Minggu, Mei 20

POLEMIK HARI KEBANGKITAN BANGSA


Disadari, Sesungguhnya telah diabadikan oleh bangsa Indonesia bahwa tanggal 20 Mei sebagai hari yang bersejah, yakni hari kebangkitan nasional. Setiap tanggal tersebut tetap dirayakan (diperingati) oleh sebagian rakyat Indonesia. Bukan seluruh rakyat Indonesia. Kenapa? Karena sebagian rakyat tidak setuju dengan hari kebangkitan nasional jatuh pada tanggal 20 Mei 1908. Mereka melihat sebelum tanggal 20 Mei 1908 sudah ada gerakan kebangkitan bangsa. Sehingga sejumlah pihak tidak sepakat dengan peringatan tersebut, kemudian memunculkan polemik yang cukup alot. Meskipun demikian, tonggak sejarah kebangkitan bangsaan tetap jatuh pada tanggal 20 Mei perayaannya pun cukup meriah. Peringatan tersebut dilakukan sebagai langkah perenungan sekaligus mengingat kembali perjuangan tokoh-tokoh pejuang dulu dalam membangun kesadaran berbangsa dan bernegara.  

Ketika polemik itu berkepanjangan, tidaklah heran jika Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei sudah tidak lagi diperingati secara khidmat atau selayaknya sebagai peristiwa yang penting dalam sejarah bangsa. Memang, pemerintah memperingatinya sebagai hari bersejarah sepertihalnya hari Pahlawan 10 November, peringatan 17 Agustus, Sumpah Pemuda, Kartini dan banyak lagi… tapi bisakah momen itu menyentuh jiwa banyak orang sebagai pendidikan moral dan politik.

Agar polemik hari kebangkitan nasional tersebut tidak berkepanjangan, perlu kita jawab beberapa pertanyaan berikut. Kebangkitan nasional itu apa? Apa yang terjadi pada tanggal 20 Mei 1908? Kenapa tanggal 20 Mei dijadikan sebagai tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia? Apakah sebelum tanggal 20 Mei 1908 belum kesadaran kebangsaan? Jika ada kenapa tidak diambil sebagai patokan sejarah kebangkitan? Jawaban dari sederetan pertanyaan-pertanyaan inilah yang mengantarkan kita kepada satu pemahaman yang solid sehingga kita kemudian merayakan hari kebangkitan nasional bersama-sama, bukan sebagian rakyat seperti yang terjadi hari ini. akhirnya hari kebangkitan nasional pun mendapat tempat di hati seluruh rakyat.

Kebangkitan nasional adalah kesadaran tentang kesatuan kebangsaan untuk menentang kekuasaan penjajahan Belanda yang telah berabad-abad lamanya berlangsung di tanah air Indonesia. Semangat kebangkitan nasional muncul, ketika bangsa Indonesia mencapai tingkat perlawanannya yang tidak dapat dibendung lagi, untuk menghadapi kekuasaan kolonial Belanda yang tidak manusiawi dan tidak adil. Penegasan tekad bangsa untuk bebas dan merdeka dari belenggu kolonialisme dan imperialism tertanam dalam lubuk hati rakyat Indonesia. Jadi, kebangkitan nasional merupakan kesadaran rakyat Indonesia baik secara individu maupun secara kelompok (organisasi) untuk membentuk kesatuan bangsa dan Negara yang adil, makmur, dan sentosa di atas kekuasaan penjajah.

Tanggal 20 Mei 1908 merupakan hari lahirnya organisasi Boedi Oetomon  yang digagas oleh R. Soetomo. Seperti apa substansi dan liku-liku perjalanan Boedi Oetomon dalam memankan perannya? Dicermati dari keberadaannya, banyak pihak yang menilai bahwa sistem pendidikan yang dianut dalam Boedi Oetomon adalah adopsi pendidikan Barat. organsasi sempit, lokal dan etnis, dimana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya. Boedi Oetomon sendiri sangat kooperatif dengan pemerintah Kolonial, hal ini karena para pemimpinya digaji oleh pemerintah Belanda. Dalam rapat-rapat perkumpulan, Boedi Oetomo menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia. Tidak pernah sekalipun rapat Boedi Oetomo membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Boedi Oetomon tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan Boedi Oetomon tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935.

Tidak banyak diungkap secara lebih lengkap dalam buku-buku pendidikan sejarah di sekolah bahwa sebenarnya penentuan tanggal 20 Mei yang didasarkan atas peristiwa berdirinya Boedi Oetomo meninggalkan banyak masalah, khususnya bagi umat Islam di Indonesia. Permasalahan itu antara lain : Boedi Oetomo adalah organisasi yang bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan organisasi yang bersifat kebangsaan. Tujuan Boedi Oetomo didirikan adalah untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. Sistem pendidikan yang dianut dalam BO sendiri adalah adopsi pendidikan Barat. BO sendiri sangat kooperatif dengan pemerintah Kolonial, hal ini karena para pemimpinya digaji oleh pemerintah Belanda.

Hal ini pun dipertegas oleh Asvi Marwan Adam, sejarawan LIPI menilai penetapan tanggal lahir BO sebagai Hari Kebangkitan Nasional tidak layak. Hal ini karena BO tidak bisa disebut sebagai pelopor kebangkitan nasional. Menurutnya, BO bersifat kedaerahan sempit. “Hanya meliputi Jawa dan Madura saja”. Boedi Oetomo yang oleh banyak orang dipercaya sebagai simbol kebangkitan nasional, pada dasarnya merupakan lembaga yang mengutamakan kebudayaan dan pendidikan, dan jarang memainkan peran politik yang aktif. Padahal politik adalah pilar utama sebuah kebangkitan.

Jika, kiprah Boedo Oetomon di atas kita sepakati adanya, maka, tidak pantas kiranya hari lahirnya Boedi Oetomon dijadikan sebagai hari kebangkitan nasional karena sangat bertentangan sekali dengan konsep dan makna kebangkitan. Terus, kenapa tetap menjadi hari kebangkitan nasional? Begini, pada tanggal 3 Juli 1946 terjadilah kudeta yang dipimpin oleh Tan Malaka dan Mohammad Yamin yang ingin merebut kekuasaan negara dengan paksa. Kemudian pada saat itu, Kabinet Hatta berkeinginan untuk mengembalikan sejarah nasional yang mana susah payah telah melawan penjajah. Ini semua dilakukan Kabinet Hatta karena upaya kudeta tersebut seakan-akan mendapatkan respon dari masyarakat, dan ini berarti dapat menimbulkan perpecahan bangsa. Nah, agar terhindar dari perpecahan bangsa, maka dirasa perlu membangkitkan kembali yang namanya kesadaran nasional. Tanpa menunda lagi maka dirasa perlu juga menentukan kapan tanggalnya dan kira-kira organisasi apa yang mempelopori gerakan kebangkitan nasional pada abad ke-20 ini. maka secara serta-merta diambilah hari lahirnya Boedi Oetomon tersebut. Jadi, pantaslah kiranya hari kebangkitan nasional menjadi bahan perdebatan oleh berbagai kalangan.

Disisi lain sejumlah pihak lebih sepakat hari kebangkitan nasional jatuh pada tanggal 16 Oktober 1905, hal ini dipertegas oleh George McTurner dalam karyanya Nationalism and Revolution in Indonesia pad atahun 1970 menguraikan pendapat berbeda daripada penulis-penulis sejarah Barat lainnya. Dia lebih menekankan bahwa fakta penyebab terbentuknya integritas nasional bahkan tumbuhnya kesadaran nasional di Indonesia itu adalah Islam, yang merupakan agama mayoritas yang dipeluk bangsa Indonesia. Lebih lanjutnya karena: Pertama, adanya kesatuan agama bangsa Indonesia. Saat itu agama Islam telah dianut 90% penduduk dan tidak hanya orang Jawa saja namun juga penduduk luar Jawa. Inilah mengapa bisa terjadi perlawanan kuat terhadap penjajah Kerajaan Protestan Belanda, itu disebabkan salah satunya karena para penjajah ini melancarkan politik kristenisasi. Kedua, agama Islam ini tidak hanya sebagai ajaran yang mengajarkan jamaah atau persatuan namun juga masyarakat Indonesia telah menjadikannya simbol perlawanan terhadap penjajah Barat. Ketiga, sebab lain bisa terjadi integritas nasional adalah karena adanya perkembangan Bahasa Melayu Pasar yang telah berubah menjadi Bahasa Persatuan Indonesia. Ini akibat dari penjajah Belanda yang ketika itu ingin menciptakan rasa inferioritas atau rendah diri di tengah-tengah umat Islam Indonesia. Pada waktu itu, sengaja diciptakanlah bahasa utama dan bahasanya para bangsawan adalah bahasa Belanda, sedangkan Bahasa Melayu pasar (bahasa kita sekarang ini) malah dianggap sebagai bahasanya orang-orang bodoh pribumi.Nah, kalau kita sudah mengerti sedikit banyak uraian terjadinya Hari Kebangkitan Nasional tersebut, yang menjadi pertanyaan kemudian, kenapa ya umat Muslim dengan organisasinya yang lebih dahulu [hadir] yaitu Serikat Dagang Islam malah tidak dianggap menyadarkan kesadaran nasional? Padahal saat itu motor pembangkit gerakan kesadaran nasional di pasar adalah Serikat Dagang Islam pada tanggal 16 Oktober 1905 di Surakarta.

Organisasi inilah yang pertama kali menjawab tantangan upaya imperialis untuk menjadikan Indonesia sebagai pasar sumber bahan mentah industri penjajah Barat. Organisasi ini pula yang mengedepankan penguasaan pasar agar terhimpun dana guna gerakan kesadaran politik nasional.

Anehnya, padahal waktu itu ada banyak organisasi-organisasi Islam yang sangat berpengaruh besar terhadap mayoritas masyarakat Indonesia, bahkan masih berperan aktif hingga sekarang ini dalam pembangunan bangsa, negara, dan agama. Kenapa bukan Serikat Dagang Islam yang mana lebih dulu berdiri pada tanggal 16 Oktober 1905? Dibandingkan dengan Boedi Oetomon yang berdiri tanggal 20 Mei 1908. Pertanyaan ini menjadi tugas sejarah yang tertunda. Kita semua tahu bahwa kiblat Serikat Dagang Islam jelas membangun kesadaran persatuan dan kesatuan di antara umat. Rakyat Indonesia disominasi oleh umat islam, sekitar 90% memeluk agama islam. Sedangkan, Boedo Oetomo hanya Jawa-Madura atau dikenal jawanisme, bagian kecil dari rakyat Indonesia. Di titik inilah muncul polemik yang cukup hangat. Hari kebangkitan nasional itu 20 Mei 1908 atau 16 Oktober 1905? Pertanyaan ini kemudian menjadi pekerjaan rumah untuk kita semua yang perlu digali jawabannya.  




Sabtu, Mei 19

PELEPASAN SISWA-SISWI SMA NEGERI 1 KAUBUN ANGKATAN KE-IV TAHUN PEMEBALAJARAN 2010/2011 “SEMANGAT MENUNTUT ILMU PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TERAMPIL UNTUK MERAIH JUARA DEMI TERWUJUDNYA GENERASI UNGGUL INDONESIA”


      Istilah pelepasan sudah menjadi tradisi bagi setiap sekolah, yang sejatinya adalah perpisahan kelas XII dengan kelas X, XI, dan dewan-dewan guru yang ada di sekolah tersebut. jadi tidaklah heran jika kita melihat lebih kurang dua minggu selesai ujian nasional (UN) kegiatan perpisahan itu dilaksanakan.

     Berbicara tentang pelepasan tentu kita sedang berbicara perpisahan. Perpisahan antonin dari pertemuan, dimana ada pertemuan perpisahan pun akan ada. Jika pertemuan sudah terjadi maka perpisahan sedang menanti, pertemuan dan perpisahan adalah dua hal yang menjadi jalan hidup di dunia. Di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya bersifat sementara. Pertemuan dan perpisahan merupakan dua istilah yang selalu menanti setiap manusia kapan pun dan dimanapun. Pertemuan adalah kenangan yang terindah dan perpisahan adalah kenangan yang menyedihkan.

      Pelepasan/perpisahan merupakan kegiatan rutin tiap tahun yang diselenggarakan oleh setiap sekolah khususnya SMA di seluruh nusantara. Kegiatan tersebut sudah merupakan budaya atau kebiasan yang dilakukan oleh setiap siswa-siswi yang sudah menyelesaikan studi dijenjang SMA yang kemudian akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Idealnya SMAN 1 Kaubun telah melepas siswa-siswinya empat angkatan. Angkatan ke-VI tahun pembelajaran 2010/2011 dilepas pada hari Sabtu, 19 Mei 2012.
    Meskipun kegiatan perpisahan kali ini lebih cepat dibandingankan tahun sebulumnya. jika, tahun sebelumnya dilaksanakan bertepatan dengan pengumuman kelulusan. maka, tahun ini perpisahannya lebih awal. hal ini dilakukan karena atas pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan meyakinkan. 

    Kegiatan tersebut dihadiri oleh beberapa unsur-unsur terkait seperti; bapak Camat Kaubun, Ketua UPT Pendidikan Kecamatan Kaubun, Kepala Desa Bumi Rapak, Bapak/Ibu Dewan Guru SMP dan SD se-Kecamatan Kaubun, Ketua Komite SMAN 1 Kaubun, Tokoh Agama, Masyarakat, dan Pemuda, dan lain sebagainya yang memiliki tanggungjawab terhadap pendidikan. Misalnya; pihak perusahaan ikut hadir dalam acara tersebut.

      Acara perpisahan tersebut dilaksanakan di Aula SMAN 1 Kaubun, dan adapun susunan acara adalah pembukaan, do’a, menyanyikan lagu Indonesia dan kur kelas XII, sambutan-sambutan (ketua panitia, perwakilan kelas XII, perwakilan kelas X, dan XI, kepala sekolah, ketua komite, kepala UPT Pendidikan, dan Camat Kaubun), pelepasan atribut, hiburan, dan penutup.  

     Pelaksanaan kegiatan berjalan tertib, aman, dan lancar. Berjalan sesuai dengan yang diharapkan bersama. Kegiatan dibuka mulai jam 09:00 s/d 12:00. Untuk memeriahkan pelaksanaan acara setiap kelas X dan XI wajib menampilkan kreasinya masing-masing baik berupa tarian, dancer, nyanyian, maupun puisi dan drama. Dan tidak ketinggalan juga SMANSA BEND menebarkan tembang-tembang kesayangannya. Jika dilihat dari penampilan tari ada nilai bargainingnya. Secara, kelas X dan XI banyak mempersembahkan tari, misalnya; tari bali (pendet dan manuk rawe), tari jaipong, tari dayak, dancer, dan Akapela persembahan kelas XI IPA.  

      Pembawa acara adalah Rizki Amalia dan Muhammad Rais kelas XI IPA. Mereka diwajibkan untuk menggunakan dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa inggris (translate) secara bergantian. Dan untuk memeriahkan acara pembukaan ditampilkan tari pendet. Hasilnya pun membuat para tamu undangan sangat terhibur selalu. Tarian-tarian yang lainya serta band SMANSA menyelingi acara sambutan-sambutan dan sesi hiburan.

     Yang mengawali acara sambutan adalah ketua panitia yakni ibu Arik Setyowati, S.Pd. titik penekanan sambutannya hanya pada rincian anggaran kegiatan. Untuk dasar pemikiran tentang tema kegiatan dan ucapan terimakasih kepada anggota panitia khususnya dan umumnya pihak-pihak terkait yang dengan gigih meluangkan pikiran dan tenaganya tidak tersampaiakan oleh dia. Padahal ini sangat penting bagi seorang ketua panitia dalam sambutannya.

    Sambutan yang kedua dan ketiga adalah perwakilan dari kelas XI dan X/XI. Dalam sambutannya, perwakilan dari kelas XII menyampaikan ucapan terimakasih dan permohonan maaf kepada kepada sekolah dan dewan guru karena atas perjuangan dan pengorbanan gurulah mereka dapat menyelesaikan studinya di SMAN 1 Kaubun. Disamping itu, dia mengajak guru-gurunya untuk tetap membangun komunikasi baik melalui via sms maupun dengan media lain, sehingga hubungan baik tetap terjaga selalu. Berbeda dengan perwakilan kelas X dan XI. Dia mengnugkapkan kesedihannya karena akan ditinggalkan oleh kakak-kakak tingkatnya. Dengan bahasa yang puitis “Pertemuan adalah kenangan yang terindah dan perpisahan adalah kenangan yang menyedihkan. Idealnya pada kesempatan ini sedang melanda kita yang ada dirungan ini, sehingga rungan ini diwarnai oleh suasana sudih. Kepada kakak-kakak kelas XI, Jujur kami katakan pertemuan denganmu adalah surga bagi kami dan perpisahan denganmu neraka bagi kami. Tapi, apalah daya inilah jalan hidup yang harus kita lalui bersama yang tak mungkin kita hindari. Oleh karena itu, kesabaran dan ketabahan serta ikhlas untuk melepas kepergianmu sebuah keharusan. Pergilah kakak-kakakku, tuntut lah ilmu sebanyak mungkin, walau ke negeri cina sekalipun. Kita semua harus sadari bahwa segala yang kita lalui di sekolah tercinta ini, adalah kenangan yang terindah dan tak akan terlupakan sampai kapan pun dan dimana pun kita berada. Kenangan itu tetap bersemayam dihati meskipun jarak dan waktu memisahkan kita. Prinsip kita adalah “jauh dimata dekat dihati”. Tegasnya. 

  Kepala sekolah yaitu bapak Suparto, S.Pd. dalam sambutannya menyampaikan prestasi siswa-siswi SMAN 1 Kaubun dari tahun ke tahun semakin meningkat baik pada bidang akademik maupun nonakademik. Misalnya; juara satu lomba seni baca al-quran, juara satu lompat jauh, juara dua lomba cerdas cermat, juara tiga dan empat karya tulis, dan juara satu, dua, dan tiga dalam  lomba kepramukaan. Kepala sokolah juga memohon maaf kepada masyarakat khususnya orang tua wali jika ada kabar-kabar yang tidak sedap yang menimpa sekolah dalam hal ini dewan-dewan guru. Dia mengajak orang tua/wali agar tidak membesar-besarkan kabar tersebut. mengahiri sambutannya kepala sekolah mengajak semua pihak untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Kaubun. Setelah kepala sekolah sambutan selanjutnya adalah ketua komite sekolah yakni H. Sirajudin, S.Pd. ketua komite membicarakan tentang sikap pendidik dalam hal ini guru-guru perlu diperbaiki khususnya guru-guru pendatang. Guru-guru pendatang semestinya harus bersyukur telah ditempatkan di Kaubun. Hubungan dan kerjasama antara guru harus ditingkatkan untuk membangun komunikasi yang positif. Hindari polarisasi dan perpecahan yang selama ini terjadi. Guru harus menjadi tauladan yang baik bagi siswa-siswinya. 

    Yang menarik untuk disimak adalah isi sambutan bapak UPT Pendidikan dan bapak Camat Kaubun. Jika, bapak UPT Pendidikan mengatakan bahwa tema pelepasan siswa-siswi kali ini sangat menarik untuk kita bicarakan dan dijadikan sebagai isu nasional karena poin penting yang diraih dalam dunia pendidikan itu adalah ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Tetapi, dibalik ketertarikanya itu beliau memiliki versi lain yang tidak jauh beda dengan tema tersebut yakni kecerdasan, akhlak mulia, dan kemandirian. Jadi, jika dikolaborasikan dengan tema tersebut maka kecerdasan adalah ilmu pengetahuan, sikap adalah akhlak mulia, dan keterampilan adalah kemandirian. Dengan demikian beliau menegaskan siswa dan siswi yang kita lepas hari ini harus menuntut ketiga hal tersebut. Numun, itu semua akan terwujud jika orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah ikut memberikan motivasi (dorongan) yang positif dalam proses pelaksanaannya.

    Maka, Bapak Camat Kaubun menegaskan dari sisi proses pendidikan dan keikhlasan dari kita khususnya orang tua untuk melepaskan ananknya dalam meraih ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan tesebut. Jika, kita semua ridho, maka Tuhan Yang Maha Esa akan selalu memudahkan prosesnya. Disamping itu pula, bapak Camat mengatakan kepeduliannya terhadap masyarakat yang tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. Untuk mengantisipasi hal ini dia mengadakan kerjasama dengan pihak terkait dalam hal ini perusahaan untuk menyelenggarakan sekolah nonformal yakni pelatihan. Sehingga, wujud dari kerjasama itu, tahun ini ada tiga siswa yang disekolahkan atau dibiayai oleh pemerintah dan perusahaan. Mengahiri sambutannya dia sangat berharap semoga Kaubun ke depan dipinpin oleh putra daerah (asli orang Kaubun).

    Yang tidak kalah menariknya lagi adalah pada sesi hiburan. Tarian dayak, manuk rawe, dan Smansa Band membuat undangan tidak mau bergegas dari tempat duduknya. Secara, Pemain tari begitu linca dan lihainya dalam melakukan gerakan. Tari jaipong dan dancer ditampilan di sela-sela sambutan. 
   Tentu, seperti apa pun bagusnya kegiatan perpisahan tersebut pasti ada kekurangan dan kelebihan. untuk itu, kita semua sangat berharap semoga perpisahan tahun depan lebih baik dari tahun ini. 

Semoga…!

Jumat, Mei 11

KEPADAMU JUA

Kepasrahanku hanya padaMU
Penghambaanku hanya untukMU
Aku berharap,rasa Cinta ini untukMU
Rindu ini juga ku tujukan padaMU

Jangan KAU tunjukan kenikmatan yang hanya menggoda
Jangan KAU beri Ruang terhadap Cinta yang hanya Menipu
Jangan KAU beri Kesempatan pada Rindu yang hanya menyiksa
jangan KAU biarkan aku terpedaya dengan nikmatMU
jangan KAU biarkan aku berlumuran noda

Qolbuku tak mampu menerka DuniaMU
aku hanya mengabdi untukMU
Aku menghiba Lautan KasihMU
Bentangkan Samudra CintaMU padaku
ENGKAUlah Muara Keluh-Kesah
KAULAH laut Bahagiaku
tunjukan aku jalanMU yang lurus
jalan menuju surgaMU

EKSPRESI MENULIS ADALAH STIGMA YANG TAK TERBANTAHKAN


Mengawali tulisan ini, ijinkanlah saya untuk curhat sedikit. Masih segar di ingatan, ketika cerpen saya yang berjudul Disiplin Makin Hilang mendapat tuding miris dari berbagai kalangan. Khususnya, dalam hal ini, oknum-oknum yang merasa dirugikan. Acaman, tudingan, cemoohan, dan makian datang bertubi-tubi menimpa diri dan keluarga saya. Lantaran ada kesamaan nama dan profesi serta kesesuaian isi cerita dengan potret realitas yang ada dalam kehidupan nyata. Tepatnya, isi cerpen tersebut mencerminkan tingkah laku kalangan yang memprotes. Secara, cerpen tersebut mengisahkan disiplin di sebuah sekolah yang tidak ditegakkan lagi oleh oknum guru-guru dan hubungan yang tidak harmonis diantara guru sehingga menyebabkan polarisasi besar-besaran. Anehnya kala itu, saya dituduh mencemarkan nama baik dan menghancurkan rumah tangga mereka. Sehingga, saya diancam untuk dipolisikan alias dibawah ke “meja hijauh”. Disamping itu, dramatisasi cukup arogan, luapan emosi cukup tinggi, dan deraian air mata cukup deras mewarnai tudingan itu. Wallahua’lam bissawab. Apa motif di balik tudingan ini? Jauh dari pengetahuan saya. Yang jelas cerpen tersebut lahir tanpa ditunggangi dan menunggangi siapapun. Semata-mata lahir dari ekspresi imajinatif pengarang yang dilandaskan atas kenyataan (pengalaman) yang ada.

Berangkat dari persoalan pribadi itulah saya tertarik untuk menulis artikel yang dikasih judul Ekspresi Menulis adalah Stigma yang Tak Terbantahkan. Dengan tujuan utama memberikan informasi kepada pembaca agar dapat memahami hakekat ekspresi menulis dan bagaimana kode etik menulis itu sesungguhnya? Sehingga kemudian kita terhindar dari pemahaman yang keliru dalam menilai karya seseorang. Kita tidak serta-merta langsung menuduh dan menuding seorang penulis. Lantaran kita melek terhadap interpretasi sebuah tulisan. Dan atau paling tidak, kejadian yang penulis gambarkan di muka tidak menimpa penulis berikutnya.

Berbicara tentang ekspresi atau kebebasan menulis, tentu kita harus mengaitkan dengan amanat UUD 1945 pasal 28 dan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Kedua peraturan tersebut menegaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat baik secara lisanmaupun tulisan harus dijamin, serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bebas menulis apa saja, kapanpun, dan dimanapun. Selagi tulisan itu dapat menyampaiakan informasi secara jelas, akurat, dan terpercaya.

Jika, kita menelisik lebih dalam amanat konstitusi di atas. Maka, sudah sangat jelas, bahwa kebebasan menulis merupakan kebebasan bagi setiap individu dalam rangka menyampaikan gagasan dan pendapat serta fakta yang ada. Dijamin keberadaannya dan dihargai karyanya. Wujud dari tulisan tersebut dapat berupa karya fiksi dan nonfiksi. Karya nonfiksi misalnya: karya tulis, paper, artikel, opini, makalah, dan buku mata pelajaran. Karya fiksi misalnya: cerpen, novel, dongeng, hikayat, dll. Namun, perlu disadari bahwa karya fiksi sangat-sangat berbeda dengan karya nonfiksi. Jika  karya nonfiksi adalah tulisan yang didasarkan atas fakta dan kenyataan yang ada. Maka, karya fiksi merupakan tulisan yang didasarkan atas imajinatif (daya hayal) pengarang. Jadi, pada fase inilah perlu saya tegaskan. Dikatakan nyasar atau salah sasaran jika sebagian kalangan membantah dan menuding tulisan fiksi karena itu hanyalah fiktif atau cerita belaka. Realnya, lamunan seorang pengarang.

Tetapi Warning,  Kritik, bantahan, bahkan kecaman dari pembaca sudah menjadi risiko seorang penulis. Namun sebaiknya, segala sesuatunya telah direnungkan dan diantisipasi sebelum menulis. Kritik yang positif dan memuji akan menyenangkan. Sebaliknya, kritik yang negatif dan bersifat membantah memang dapat membuat penulis putus asa. Semua ini dapat dihindari dengan persiapan sebelumnya. Penulis harus memiliki tanggung jawab terhadap tulisannya. Jika ia bermaksud menyampaikan pendapat, gagasan, pemikiran, dan perasaan, tentunya karena ia yakin bahwa semuanya itu akan bermanfaat bagi orang lain. Tulisan tentang masalah-masalah pendidikan kesehatan dalam jurnal kedokteran, misalnya, pasti memiliki dasar-dasar yang kuat untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Begitu juga tulisan bertema sosial, agama, teknologi modern, ekonomi, dan sebagainya. Ataupun tulisan-tulisan yang disajikan dalam bentuk cerita cerpen dan novel. Si penulis harus menguasai materi yang disajikannya.

Jadi, dengan membaca sebuah tulisan, seorang pembaca dapat memahami informasi yang disampaikan. Bacaan itu akan lebih menarik perhatiannya apabila berisi hal-hal yang ingin diketahui dan dipelajarinya. Selain itu, hal-hal yang disampaikan benar-benar memberinya manfaat. Kesadaran akan tanggung jawabnya itulah yang harus ada dalam jiwa setiap penulis. Keberaniannya untuk menyampaikan pendapat dan kebebasannya untuk berekspresi di arena tulis-menulis akan dihargai oleh masyarakat pembaca apabila ia memang memiliki kemampuan untuk memertanggungjawabkan manfaat maupun kebenarannya. Apalagi jika tulisan itu mampu menggerakkan hati nurani pembacanya dan kemudian menciptakan opini pablik di kalangan masyarakat. Inilah keberhasilan seorang penulis atau pengarang. Bahkan, tulisan-tulisan seperti ini dapat mengubah pandangan dunia (word view). Hal-hal inilah yang saya sebut sebagai “kode etik” dalam menulis. 

Sebagai contoh sederhana. Ada beberapa novel termasyhur telah mengubah opini dunia. Misalnya, buku berjudul "Uncle Tom`s Cabin" karya Harriet Beecher Stowe yang bercerita tentang kejamnya bisnis perbudakan orang-orang kulit hitam yang tidak manusiawi. Bukan hanya Amerika yang terguncang. Seluruh dunia terperangah membaca buku yang dengan berani membuka borok-borok bisnis yang mendatangkan keuntungan besar ini. Satu lagi contoh tentang keberanian pengarang mengungkap fakta buruk yang disembunyikan, yaitu ketika pengarang Perancis, Emile Zola, membela Alfred Dreyfus, seorang anggota militer Perancis yang dijebloskan ke penjara karena fitnah. Penyimakannya atas kasus yang menghebohkan ini membuktikan bahwa Dreyfus tidak bersalah. Karena itu, ia bertekad untuk membuka skandal yang melibatkan orang-orang penting dalam dinas militer Perancis pada awal abad ke-19 itu. Ia menulis surat terbuka kepada Presiden melalui surat kabar L`Aurore di bawah judul "J`Accuse". Novelis besar ini berani menanggung risiko masuk penjara demi kebenaran yang diyakini. Hal ini tidak sia-sia karena Alfred Dreyfus kemudian dibebaskan. Bayangkan betapa hebatnya dia. Sendirian, hanya bersenjatakan pena dan tinta, Emile Zola berhasil mengungkap skandal korupsi di balik peristiwa yang menggegerkan itu.

Semoga contoh di atas, dapat memberikan pemahaman kepada kita tentang substansi dan pentingnya kode etik dalam tulis-menulis. Sehingga, kedepan kita dapat memberikan apresiasi yang positif kepada seorang pengarang seperti apapun tulisannya. Akhir kata, semoga tulisan yang sangat sederhana ini bermanfaat bagi pembaca. Namun, demi kesempurnaan tulisan ini, saya sangat berharap kritik dan sarannya.

Mengahiri tulisan ini ada beberapa pertanyaan yang wajib dijawab oleh pembaca. Apakah salah jika saya menjadi seorang penulis? Apakah salah jika tulisan saya di bukukan dan dibaca oleh setiap orang? Apakah salah jika saya bercerita lewat tulisan? Dan apakah saya pantas dituding dan dituduh seperti cerita diawal?


I really wait for your answer!

Jumat, Mei 4

JABATAN GURU DALAM PERSPEKTIF PROFESI



Akhir-akhir ini masyarakat kita menganggap bahwa profesi guru merupakan profesi yang gampangan, mudah didapat, dan dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapu, baik seseorang yang begron pendidikannya tidak pada disiplin ilmu keguruan misalnya; ilmu hukum, manajemen, perkantoran, pertanian, dan lain-lain, maupun orang-orang yang profesinya sebagai ibu rumah tangga, sopir taksi, tukang ojek, dan lain sebagainya, bisa menjadi seorang guru asalkan mereka siap sedia.  Anggapan ini rupanya sudah berimplikasi pada manajemen atau tatakelo penyebaran dan penyaringan guru di negeri ini, bahkan hampir di setiap daerah. Sehingga, tidak heran jika kita melihat di salah satu sekolah misalnya, ada guru yang kualifikasi pendidikannya ilmu hukum mengajar bahasa Indonesia, disiplin ilmunya agama mengajar biologi atau mata pelajaran lainya, yang memang guru tersebut tidak berkompeten pada bidang ilmu yang diajarkannya itu.



Jadi, mungkin tidak kelewatan jika saya katakan hal tersebut sudah menjadi ‘budaya’ (kebiasaan) dinegri ini. Pada konteks itulah penulis termotivasi untuk menulis artikel yang dikasih judul “Jabatan Guru dalam Perspektif Profesi”, saya menilai hal tersebut adalah salah satu dari sekian banyak masalah yang melilit dunia pendidikan di negeri kita. Kenapa? Suatu yang mustahil jika seseorang mengajarkan/mendidik tanpa mengatahui ilmunya. dan ilmu keguruan itu tidak didapat dalam sehari atau dua hari, melainkan lebih dari tiga tahun lamanya. Disamping itu juga, pekerjaan guru bukan hanya mengajar saja tetapi mengajar dan mendidik. Mengajar adalah transfer pengetahuan (knowledge transformation) dan mendidik adalah taransfer nilai (value transformation). Kedua konsep itu bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan jika tidak memahami ilmunya, dan jika tidak akan 'nyasar' nantinya. Dan jika kita terus bergelut dengan “budaya bobrok” di atas maka kondisi atau kualitas pendidikan bukan semakin membaik tetapi semakin memburuk adanya.  



Dalam tulisan berikut ini, saya mencoba menguraikan tentang guru, profesi dan esensi profesi guru sesungguhnya, sehingga kemudian bisa membuka kota fikir dan hati nurani kita untuk memahami profesi guru yang sebenarnya, dan lebih dari itu, agar terhindar dari salah anggap tentang jabatan guru. Singkatnya, Menurut  Kamus Besar Bahasa Indonesia (Debdikbud, 1989), arti profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Contohnya; guru, dokter, insinyur, pilot dsb. Berarti profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki suatu keahlian dibidang tertentu, sehingga diri nya tidak bisa digantikan oleh orang lain atau profesi lain dan harus memiliki ijazah sesuai dengan profesi nya. Nah, profesi guru bukan profesi yang dapat digantikan dengan begitu saja karena jabatan guru adalah jabatan profesional yang membutuhkan keahlian, kemahiran, ketekunan, ketabahan, dalam menjalaninya serta memiliki ijaza sesuai dengan disiplin ilmunya.   Selanjutnya, kata profesi dikembangkan menjadi istilah pofesional. Dan apa itu profesional? Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa profesional artinya pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidiakan profesi. Hal ini jelas bahwa profesi guru merupakan jabatan profesional yang ditunjang oleh kemampuan-kemampuan dan keahlian-keahlian yang mempuni sehingga dapat menghasilkan kualitas pendidikan yang bermutu.



Pertanyaan selanjutnya guru itu siap? Lagi-lagi menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, arti guru adalah pendidik profesional yang memiliki tugas mendidik, mengajar, memimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada PAUD, dalam jalur pendidikan formal pendidikan dasar dan menengah. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa guru bukan pendidik yang ‘asal jadi’ melainkan tenaga pendidik yang mampu mengaktualisasikan keahlian dibidangnya dalam bentuk kristalisasi multi tindakan. Kemudian kenapa guru diakui sebagai profesi? karena antara lain merupakan bentuk pekerjaan yang membutuhkan keahlian atau profesi, menghendaki tanggung jawab pekerjaan secara perorangan maupun kelompoknya, memliki ijazah keguruan, yang dilandasi dengan ilmu pendidikan dan ilmu keguruan yang secara terus menerus dikembangkan.



        Selaras dengan masalah dan pernyataan diatas, sudah merupakan sebuah kewajiban bagi seluruh unsur masyarakat khususnya pemerintah sebagai pemangku kebijakan, untuk memandang profesi guru sebagai jabatan profesional yang tidak dapat digantikan oleh profesi lain tanpa alasan dan indikasi apapun. Disamping itu, mari kita mereformasi sudut pandang kita terhadap profesi guru dan menempatkan guru sebagai jabatan ‘terhormat’ yang dapat menopang pembentukan kedewasaan dan kemajuan individu, bangsa, dan Negara. Mari kita sadari, Tanpa guru seseorang mustahil dapat meraih prestasinya, tanpa guru seseorang tidak dapat menjadi pemimpin, dan tanpa guru seseorang tidak dapat meraih profesi lainnya. Jadi, sosok guru adalah ‘malaikat penolong’ serta kunci keberhasilan bagi kita semua.



Akhirnya, semoga tulisan yang sederhana ini bermanfaat untuk pembaca. Dan Akhir kata saya sangat mengharapkan komentar, kritik, dan saran dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini. Semoga !!!



Selasa, Mei 1

PERAYAAN HARDIKNAS DALAM KONTEKS KAPITAL



Berbicara tentang Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) serta merayakannya, kita harus mendasarkan diri dari sejarah perjuangan tokoh pendidikan yakni mendiang Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan Ki Hajar  Dewantara yang sekaligus kita jadikan sebagai ‘bapak’ pendidikan nasional. Jika kita gali kembali sejarah lika-liku perjuangan beliau, dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Tentu, sungguh luar biasa dan sangat menarik untuk diperbincangkan. Begitu berani, hebat, cerdas, cakap, dan piawainya ‘bapak’ kita, dalam memajukan pendidikan di negeri ini terhadap dominasi pendidikan dan kebudayaan kolonial. Jadi, dilirik dari perspektif sejarah pendidikan di negeri ini didominasi oleh kolonial Belanda baik dari segi sitemnya maupun dari segi tata kelolanya. Segala sesuatunya dikendalikan oleh kolonial Belanda, sehingga tidak heran, pada konteks ini, yang diajarkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan yang beraroma kolonial Belanda. Pendidikan dan kebudayaan yang beraroma keindonesiaan berupa nasionalisme dan patriotisme dipangkas dari peredaraanya.

Selanjutnya, bagaimana subsatansi pendidikan hari ini dalam konteks kapital? Apakah masih dijajah seperti era dulu? Untuk menjawab kedua pertanyaan di atas, kita harus pahami dulu kapital itu apa? kapital dasar kata dari kapitalisme yakni ideologi yang mengukur segala sesuatu dengan uang, atau dengan kata lain, kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Maka, sadar atau pun tidak, dunia pendidikan di negeri ini sedang dirasuki oleh ideologi kapitalisme, banyak anak cucu dari kolonialisme Belanda yang bercokol di dalam dunia pendidikan kita. Jadi, hemat penulis pedidikan di negeri ini masih dijajah dengan trend yang baru. Jika penjajah dulu adalah kolonialisme tetapi sekarang penjajahnya adalah kapitalisme. Pada titik inilah, saya berasumsi jika pendidikan sudah dirasuki oleh sistem kapitalisme, maka pendidikan akan berubah wujud sebagai ‘barang’ untuk diperjualbelikan dalam rangka mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Dan tidak menutup kemungkinan perayaan hari pendidikan nasional pun dijadikan sebagai ‘lahan subur’ oleh sebagian oknum penguasa. kemudian, bila dunia pendidikan sudah dikendalikan oleh ideologi kapitalisme maka jangan heran yang terjadi adalah "jual-beli nilai" jika hal ini sudah terjadi, maka pendidikan sebagai saran 'memanusiakan manusia' sudah meninggal dunia karena telah tercekik oleh kaum kapital. 

Sejarah masa silam, sudah seharus dijadikan sebagai cambuk alias pemotivasi kita kearah kemajuan. Jangan justru sebaliknya, memunculkan penjajah gaya baru dengan racunya yang sangat mematikan. Jika kita jadikan sebagai cambuk paling tidak dapat dijadikan cermin untuk berkaca dalam menata kembali kekurangan-kekurangan tempo dulu sehingga tujuan pendidikan dalam upaya memanusiakan manusia pasti akan tercapai dengan baik. Status bangsa cerdas dan maju dapat kita sandang di mata dunia.   

Nah, tugas kita sekarang adalah melawan dan membumihanguskan penjahat-penjahat tersebut, layaknya seperti tokoh-tokoh pejuang dulu yang dengan gigih berjuang untuk pendidikan di negeri ini. Karena untuk menjadi Negara yang maju serta menjadi bangsa yang besar dan cerdas tidak semudah membalikkan telapak tangan atau seperti bermimpi disiang bolong. Perlu  adanya proses yang panjang bertahap dan berkelanjutan. Sikap positif dan optimis serta komitmen dan konsisten harus tetap tertanam dalam jati diri bangsa dan Negara. Mengingat derasnya arus kapital dapat mengancam  kedirian bangsa ini, kita harus kuat dan bangkit serta bisa bermain-main dengan arus tersebut dengan berlandaskan di atas empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika kita teguhkan pendirian atas dasar empat pilar tersebut maka seperti apapun wujud dari penjajah dapat kita lumpuhkan.

Disamping dari empat pilar tersebut, kita juga harus berkiprah pada pedoman pelaksana yakni Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, karena dalam peraturan tersebut telah tertuang petunjuk jalan menuju indonesia yang beriman dan bertakwa, cerdas, kreatif, inovatif dan bermartabat. Apabila empat pilar dan peraturan itu dikesampingkan atau tidak dijadikan acuan pelaksana, maka penjajah yang berlabel kapitalisme akan terus berkembang dan "menggurita" serta tidak menutup kemungkinan menjadi budaya. kalau sudah menjadi budaya pasti akan susah untuk dihilangkan.

Dan semoga peringatan Hari Pendidikan Nasional yang dilaksanakan pada tanggal 2 Mei tahun 2012 ini memekarkan ‘panji-panji’ cinta kita, semangat membara, dan memperkuat keimanan kita untuk membangun dan memajukan pendidikan. Pendidikan adalah  indikator maju-mundur, pintar-bodoh, dan baik-buruknya suatu bangsa. Dengan proses pendidikan  yang baik dan benar akan menghasilkan insan-insan pembangunan  yang mempunyai kompetensi tinggi di bidang masing-masing dan mampu bersaing dan bermain di arus global. Meningkatkan kualitas/mutu pendidikan menjadi tugas bagi setiap manusia Indonesia tanpa terkecuali. Mengingat pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama.

Akhirnya, selamat merayakan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS), semoga Tuhan Yang Maha ESA senantiasa  memberikan kekuatan bagi seluruh bangsa Indonesia dalam memajukan pendidikan di negeri tercinta ini, terutama kekuatan untuk melumpuhkan kaum-kaum kapital yang bersemayam dalam sistem pendidikan kita. Amin!!!

Hiduplah indonesiaku…
Berkibarlah merah putihku…
Basmilah penjajah…
Junjunglah kebenaran …  
Teruslah maju…
Raihlah kemenangan…

SEREMONIAL WORKSHOP; MENYIMAK SAMBUTAN PLT KEPALA DINAS PENDIDIKAN KALTIM

HORISON - Senin, 20 Oktober 2025 pukul 14.00 wita dilaksanakan pembukaan “Workshop Perhitungan dan Pemetaan Data Kebutuhan Guru Pendidikan M...