Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

POLEMIK HARI KEBANGKITAN BANGSA

Disadari, Sesungguhnya telah diabadikan oleh bangsa Indonesia bahwa tanggal 20 Mei sebagai hari yang bersejah, yakni hari kebangkitan nasional. Setiap tanggal tersebut tetap dirayakan (diperingati) oleh sebagian rakyat Indonesia. Bukan seluruh rakyat Indonesia. Kenapa? Karena sebagian rakyat tidak setuju dengan hari kebangkitan nasional jatuh pada tanggal 20 Mei 1908. Mereka melihat sebelum tanggal 20 Mei 1908 sudah ada gerakan kebangkitan bangsa. Sehingga sejumlah pihak tidak sepakat dengan peringatan tersebut, kemudian memunculkan polemik yang cukup alot. Meskipun demikian, tonggak sejarah kebangkitan bangsaan tetap jatuh pada tanggal 20 Mei perayaannya pun cukup meriah. Peringatan tersebut dilakukan sebagai langkah perenungan sekaligus mengingat kembali perjuangan tokoh-tokoh pejuang dulu dalam membangun kesadaran berbangsa dan bernegara.   Ketika polemik itu berkepanjangan, tidaklah heran jika Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei sudah tidak lagi diperingati secara khidmat at

PELEPASAN SISWA-SISWI SMA NEGERI 1 KAUBUN ANGKATAN KE-IV TAHUN PEMEBALAJARAN 2010/2011 “SEMANGAT MENUNTUT ILMU PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TERAMPIL UNTUK MERAIH JUARA DEMI TERWUJUDNYA GENERASI UNGGUL INDONESIA”

      Istilah pelepasan sudah menjadi tradisi bagi setiap sekolah, yang sejatinya adalah perpisahan kelas XII dengan kelas X, XI, dan dewan-dewan guru yang ada di sekolah tersebut. jadi tidaklah heran jika kita melihat lebih kurang dua minggu selesai ujian nasional (UN) kegiatan perpisahan itu dilaksanakan.      Berbicara tentang pelepasan tentu kita sedang berbicara perpisahan. Perpisahan antonin dari pertemuan, dimana ada pertemuan perpisahan pun akan ada. Jika pertemuan sudah terjadi maka perpisahan sedang menanti, pertemuan dan perpisahan adalah dua hal yang menjadi jalan hidup di dunia. Di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya bersifat sementara. Pertemuan dan perpisahan merupakan dua istilah yang selalu menanti setiap manusia kapan pun dan dimanapun. Pertemuan adalah kenangan yang terindah dan perpisahan adalah kenangan yang menyedihkan.       Pelepasan/perpisahan merupakan kegiatan rutin tiap tahun yang diselenggarakan oleh setiap sekolah khususnya SMA di seluruh

KEPADAMU JUA

Kepasrahanku hanya padaMU Penghambaanku hanya untukMU Aku berharap,rasa Cinta ini untukMU Rindu ini juga ku tujukan padaMU Jangan KAU tunjukan kenikmatan yang hanya menggoda Jangan KAU beri Ruang terhadap Cinta yang hanya Menipu Jangan KAU beri Kesempatan pada Rindu yang hanya menyiksa jangan KAU biarkan aku terpedaya dengan nikmatMU jangan KAU biarkan aku berlumuran noda Qolbuku tak mampu menerka DuniaMU aku hanya mengabdi untukMU Aku menghiba Lautan KasihMU Bentangkan Samudra CintaMU padaku ENGKAUlah Muara Keluh-Kesah KAULAH laut Bahagiaku tunjukan aku jalanMU yang lurus jalan menuju surgaMU

EKSPRESI MENULIS ADALAH STIGMA YANG TAK TERBANTAHKAN

Mengawali tulisan ini, ijinkanlah saya untuk curhat sedikit. Masih segar di ingatan, ketika cerpen saya yang berjudul Disiplin Makin Hilang mendapat tuding miris dari berbagai kalangan. Khususnya, dalam hal ini, oknum-oknum yang merasa dirugikan. Acaman, tudingan, cemoohan, dan makian datang bertubi-tubi menimpa diri dan keluarga saya. Lantaran ada kesamaan nama dan profesi serta kesesuaian isi cerita dengan potret realitas yang ada dalam kehidupan nyata. Tepatnya, isi cerpen tersebut mencerminkan tingkah laku kalangan yang memprotes. Secara, cerpen tersebut mengisahkan disiplin di sebuah sekolah yang tidak ditegakkan lagi oleh oknum guru-guru dan hubungan yang tidak harmonis diantara guru sehingga menyebabkan polarisasi besar-besaran. Anehnya kala itu, saya dituduh mencemarkan nama baik dan menghancurkan rumah tangga mereka. Sehingga, saya diancam untuk dipolisikan alias dibawah ke “meja hijauh”. Disamping itu, dramatisasi cukup arogan, luapan emosi cukup tinggi, dan deraian air m

JABATAN GURU DALAM PERSPEKTIF PROFESI

Akhir-akhir ini masyarakat kita menganggap bahwa profesi guru merupakan profesi yang gampangan, mudah didapat, dan dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapu, baik seseorang yang begron pendidikannya tidak pada disiplin ilmu keguruan misalnya; ilmu hukum, manajemen, perkantoran, pertanian, dan lain-lain, maupun orang-orang yang profesinya sebagai ibu rumah tangga, sopir taksi, tukang ojek, dan lain sebagainya, bisa menjadi seorang guru asalkan mereka siap sedia.   Anggapan ini rupanya sudah berimplikasi pada manajemen atau tatakelo penyebaran dan penyaringan guru di negeri ini, bahkan hampir di setiap daerah. Sehingga, tidak heran jika kita melihat di salah satu sekolah misalnya, ada guru yang kualifikasi pendidikannya ilmu hukum mengajar bahasa Indonesia, disiplin ilmunya agama mengajar biologi atau mata pelajaran lainya, yang memang guru tersebut tidak berkompeten pada bidang ilmu yang diajarkannya itu. Jadi, mungkin tidak kelewatan jika saya katakan hal tersebut s

PERAYAAN HARDIKNAS DALAM KONTEKS KAPITAL

Berbicara tentang Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) serta merayakannya, kita harus mendasarkan diri dari sejarah perjuangan tokoh pendidikan yakni mendiang Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan Ki Hajar   Dewantara yang sekaligus kita jadikan sebagai ‘bapak’ pendidikan nasional. Jika kita gali kembali sejarah lika-liku perjuangan beliau, dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Tentu, sungguh luar biasa dan sangat menarik untuk diperbincangkan. Begitu berani, hebat, cerdas, cakap, dan piawainya ‘bapak’ kita, dalam memajukan pendidikan di negeri ini terhadap dominasi pendidikan dan kebudayaan kolonial. Jadi, dilirik dari perspektif sejarah pendidikan di negeri ini didominasi oleh kolonial Belanda baik dari segi sitemnya maupun dari segi tata kelolanya. Segala sesuatunya dikendalikan oleh kolonial Belanda, sehingga tidak heran, pada konteks ini, yang diajarkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan yang beraroma kolonial Belanda. Pendidikan dan kebudayaan ya