Minggu, Agustus 25

MEMBANGUN PENDIDIKAN KARAKTER

Pengumuman kelulusan ujian nasional (UN) selalu menghadirkan dua sisi emosional yang sangat kontras. Di satu sisi, hampir sebagian besar pelajar yang mendapatkan kelulusan terutama di kota besar merayakannya dengan sukaria dan hura-hura berlebihan. Mulai konvoi kendaraan beramai-ramai hingga mencoret-coret baju seragam.

DI lain pihak, para pelajar yang tidak lulus menangis sejadi-jadinya, hingga tak jarang kita dapatkan berita percobaan bunuh diri karena frustrasi. Dua sisi perilaku pelajar kita seperti ini sangat disayangkan. Dunia pendidikan seharusnya jauh dari bingkai kejadian seperti di atas. Semestinya pendidikan mampu menciptakan karakter pelajar dengan pemikiran logis dan mampu membentuk insan-insan terdidik dengan emosi cerdas.

Dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan jelas disebutkan sebuah alasan dibentuknya sebuah pemerintahan negara Indonesia yaitu "Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa"

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cerdas itu bermakna sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan lainnya); tajam pikiran. Di sini jelas, ada dua elemen yang disebutkan yaitu akal dan budi.

Akal tentu merujuk pada hal intelektualitas. Sedangkan budi merujuk perilaku, moral, dan karakter. Bahkan terkait pendidikan ini, amandemen keempat UUD 1945 lebih spesifik menjelaskan dalam bab 13 pasal 31 ayat 3: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang".

Sangat jelas cita-cita dan semangat UUD atas pendidikan kita. Yakni bukan sekadar pembentukan intelektualitas semata. Tapi juga budi pekerti luhur-akhlak mulia. Namun dalam taraf pelaksanaannya ada yang salah. Sehingga, pendidikan kita kehilangan orientasi yang seharusnya. Tetapi hanya sebatas output hasil semata berupa angka-angka.

Orientasi yang salah inilah menjadikan bangsa kita tidak kunjung bangkit dari keterpurukan permasalahan. Penyakit akut kemiskinan dan korupsi terus menggelayuti masa depan bangsa kita. Sebab, pendidikan kita terjebak dalam orientasi pragmatis sehingga tergiur untuk mencapai tujuan dengan cara-cara praktis.

Kecerdasan intelektual diraih namun mental para anak bangsa kering dan hampa tanpa karakter. Erie Sudewo dalam bukunya Character Building (2011) secara gamblang menggambarkan betapa pentingnya elemen karakter. Ia menyatakan "Tanpa karakter, manusia pun bisa unggul dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Namun semakin dia cerdas, semakin tinggi kedudukannya, dan semakin kaya, maka semakin jahatlah dirinya. Sebab orang yang unggul tanpa karakter, yang muncul adalah tabiatnya. Sifat-sifat buruknya sebagai perilaku sehari-hari".

Selama ini sekolah formal semacam SMP dan SMA selalu menjadi tujuan utama orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Sedangkan sekolah-sekolah nonformal semacam asrama dan pondok pesantren selalu menjadi pilihan terakhir. Dengan alasan-alasan yang cukup lumrah dan manusiawi, pondok pesantren mendapatkan predikat sebagai sebuah lembaga pendidikan yang kolot, kumuh, dan jauh dari kemajuan jaman.

Ada berbagai kelebihan dan kekurangan yang masing-masing dimiliki oleh sekolah nonformal dan pondok pesantren. Sekolah formal cenderung menghasilkan lulusan-lulusan yang melek terhadap dunia luar dan memiliki output intelektualitas yang lebih, namun cenderung hampa karakter.

Sebaliknya, alumni pondok pesantren cenderung memiliki karakter yang kuat, namun gagap terhadap perkembangan dunia luar, dan kemampuan intelektualitasnya di bawah sekolah formal. Dan, kenyataannya adalah selama ini sekolah formal tidak mampu mengemban tugas untuk memberikan kebutuhan pendidikan karakter kepada para pelajar.

Mata pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan pun semakin tahun kian berkurang porsinya. Hal yang semakin membuat miris adalah selain asupan mata pelajaran tersebut semakin sedikit, para pendidik pun tak mampu menerapkan nilai-nilai moral dalam setiap interaksi nyata terutama pada pertemuan-pertemuannya di kelas.

Setiap pertemuan di kelas para guru cenderung hanya sekadar menunaikan kewajiban menyampaikan materi dan abai terhadap nilai. Setelah selesai menyampaikan mata pelajaran, maka interaksi antara guru dan murid pun berakhir sampai saat itu juga. Proses pembangunan emosional antara guru-murid nyaris tak ada. Padahal proses pembentukan emosional dan pembentukan karakter hanya bisa dilakukan melalui interaksi masif yang bukan sekadar basa-basi. Hal inilah yang justru ada di dunia pondok pesantren.

Perkara teknis pengimplementasian amanat UUD inilah yang seharusnya ditekankan oleh pemerintah terutama Kementerian Pendidikan. Pemerintah harus mampu menggabungkan metode pembelajaran antara pendidikan nonformal pondok pesantren dengan pendidikan formal modern.

Sehingga, pendidikan kita tidak hanya sekadar penanaman intelektualitas semata. Tetapi juga penanaman karakter. Dengan begitu, kenakalan-kenakalan pelajar bisa segera terhapus dan tumbuhlah pelajar-pelajar yang cerdas nan santun.

SUMBER: http://www.beritaterhangat.net/2012/10/contoh-artikel-pendidikan-berkarakter.html

MENEMUKAN IDE POKOK DAN PERMASALAHAN DALAM ARTIKEL MELALUI KEGIATAN MEMBACA INTENSIF

Membaca adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa dan juga suatu proses yang kompleks dan rumit. Membaca yang kompleks dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu tergantung dari SDM atau diri individu sedangkan faktor eksternal yaitu berasal dari motivasi luar dan keduanya baik internal eksternal saling berkaitan. Faktor internal dan faktor eksternal bertujuan untuk memetik dan memahami arti makna yang ada dalam tulisan. Tujuan membaca adalah dapat memahami isi yang terkandung dalam bacaan, dapat menemukan ide pokok dalam suatu bacaan, dapat mengetahui permasalahan yang ada dalam bacaan dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan serta dapat membandingkan isi dari bacaan yang telah dibaca.
Membaca dapat diartikan sebagai proses dari alat indera yaitu mata dan mulut serta pikiran yang berproses mengartikan dan mengolah makna yang terkandung dalam tulisan atau bacaan. Kita sering membaca bermacam-macam tulisan diantaranya dengan membaca artikel. Artikel merupakan salah satu sumber informasi. Memuat hal-hal aktual yang sedang dibicarakan dan menampilkan solusi terhadap persoalan tersebut.
Artikel menurut Kamus Besar Indonesia adalah karya tulis lengkap misalnya laporan, , berita atau esai dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya. Artikel terdiri dari gagasan-gagasan yang tertuang ke dalam bentuk kalimat pada masing-masing paragraf. Gagasan inilah yang disebut dengan ide pokok penulisan. Biasanya kita sulit menentukan ide pokok dan permasalahan yang terdapat dalam artikel karena disebabkan kurangnya daya pemahaman dan memaknai isi dari suatu bacaan dan kurangnya pengetahuan ataupun teknik dalam menemukan ide pokok dan permasalahan dalam artikel. Kita dapat menemukan ide pokok dan permasalahan dalam artikel dengan membaca intensif, sehingga kita dengan cepat menemukan ide pokok yang terdapat dalam artkel.
Membaca intensif merupakan suatu kegiatan membaca secara teliti dengan tujuan memahami keseluruhan isi bacaan, baik yang bersifat tersurat maupun tersirat. Dengan membaca intensif kita dapat dengan mudah menentukan ide pokok dan permasalahan dalam artikel. Ide pokok yang terdapat dalam artikel atau bacaan biasanya terdapat di awal kalimat (kalimat deduktif) , diakhir kalimat ( kalimat induktif) dan di tengah kalimat serta terdapat diawal dan akhir kalimat (campuran). Dengan demikian membaca intensif dapat mempermudah para pembaca ataupun pelajar dalam menemukan ide pokok dan permasalahan yang terdapat dalam artikel ataupun bacaan lainnya.

· Membaca Intensif
Membaca intensif merupakan suatu kegiatan membaca secara teliti dengan tujuan memahami keseluruhan isi bacaan, baik yang bersifat tersurat maupun tersirat. Tujuan membaca intensif yaitu dapat dengan mudah menemukan ide pokok dan permasalahan yang dikaji dalam artikel atau suatu bacaan. Biasanya kita sulit menemukan ide pokok dan permasalahan dalam artikel karena kurangnya pemahaman dan memaknai isi artikel atau suatu bacaan serta kurangnya pengetahuan tentang cara menemukan ide pokok dalam artikel. Untuk itu kita menggunakan cara membaca intensif dalam menemukan ide pokok maupun permasalahan yang dikaji dalam artikel maupun dari bacaan lainnya.

A. Cara Menemukan Ide Pokok dan Permasalahan dalam Artikel

Didalam menemukan ide pokok dan permasalahan dalam artikel ada beberapa letak yaitu terdapat di awal kalimat (deduktif), di akhir kalimat(induksi), di tengah kalimat dan di awal dan di akhir kalimat (campuran). Cara menemukan ide pokok dan permasalahan dalam artikel yaitu bacalah artikel kemudian temukan ide pokoknya, biasanya ide pokoknya dijumpai di awal kalimat, di akhir kalimat dan di tengah kalimat serta di awal dan akhir kalimat, bila perlu kalimat-kalimat penjelas atau gagasan pendukungnya diabaikan. Setelah menemukan ide pokoknya dari masing-masing paragraf, rangkaikanlah dengan kalimat yang sederhana dan efektif untuk menjadikannya ke dalam satu kesatuan pikiran. Dengan demikian, pokok pesoalan atau permasalahan yang dibahas dalam artikel menjadi jelas. Menemukan ide pokok terdapat beberapa pola yaitu terbagi atas dua pola yakni:
B. Pola Pengembangan Paragraf Secara Induksi
Pola pengembangan paragraf secara induksi yaitu pola pengembangan ide pokok atau gagasan-gagasan yang terdapat di akhir kalimat. Pola pengembangan paragraf secara induksi terdiri dari generalisasi, analogi dan sebab-akibat. Generalisasi adalah proses penalaran menggunakan beberapa pernyataan khusus dengan ciri-ciri tertentu untuk ditarik simpulan yang bersifat umum. Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal (atau lebih) yang memiliki sifat atau keadaan yang sama agar dapat ditarik simpulan yang sejalan. Sedangkan sebab-akibat adalah penyebab dari suatu masalah menuju akibat dari masalah tersebut.
C. Pola Pengembangan Paragraf Secara Deduktif
Pola pengembangan paragraf secara deduktif yaitu pola pengembangan ide pokok atau gagasan-gagasan yang terdapat diawal kalimat. Pengembangan secara deduktif terdiri dari silogisme dan entimem. Silogisme adalah sebuah cara menarik simpulan (konklusi) berdasarkan premis yang ada. Premis adalah pernyataan yang dianggap atau diamsusikan benar. Sedangkan entimem adalah silogisme yang diperpendek atau dipersingkat. Caranya dengan melesapkan unsur PU (premis umum)..

Menulis Surat Lamaran Pekerjaan Berdasarkan Unsur- Unsur
dan Struktur yang Benar

Untuk mendapatkan suatu pekerjaan di kantor atau instansi, kita harus mengajukan permintaan atau permohonan ke bagian kepegawaian. Permohonan itu tidak disampaikan secara lisan, tetapi secara tertulis dalam bentuk suatu surat lamaran. Surat lamaran kerja harus disusun dengan sebaik – baiknya karena surat lamaran merupakan perwakilan dari diri sipelamar. Jika dibuat dengan cara dan bahasa yang asal – asalan, ada kemungkinana untuk ditolak dan peluang untuk memperoleh pekerjaan menjadi hilang. Cara menulis surat lamaran pekerjaan harus memenuhi syarat – syarat tertentu:
1. Bentuk surat harus meliputi :
- Kepala surat
- Tanggal penulisan surat atau titimangsa
- Salam pembuka
- Pembuka surat
- Tujuan surat lamaran pekerjaan
- Mencantumkan identitas atau jati diri
- Memenuhi persyaratan yang ditentukan
- Penutup surat
- Tanda tangan dan nama jelas

2. Bahasa surat harus memperhatikan:
- Menggunakan bahasa yang sopan dan simpatik
- Menggunakan kalimat yang efektif dan komunikatif
- Menggunakan bahasa yang baku dengan menggunakan ejaan yang tepat dan benar
- Tulisan harus rapi dan jelas

Di atas telah dijelaskan bahwa surat lamaran pekerjaan harus dibuat sesuai dengan svarat-syarat yang telah ditentukan agar dapat dibuat secara tepat dan sesuai dengan tujuan Agar Anda dapat membuat surat lamaran pekerjaan vang tepat, maka harus mengetahui kesalahan dan kekurangam sebuah surat lamaran pekerjaan. Di bawah ini disajikan sebuah surat lamaran yang masih mengandung kesalahan dan kekurangan. coba Anda analisis apa kesalah dan kekurangan surat lamaran pekerjaan tersebut.
Aktivitas Kelas
1. Telitilah surat lamaran pekerjaan berikut dari aspek:
a. Strukturnya
b. Bahasa
c. Isi atau tujuannya

MENULIS RESENSI BUKU PENGETAHUAN BERDASARKAN
FORMAT BAKU
secara etimologis, kata resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Kedua kata tersebut berarti melihat kembali, menimbang, atau menilai. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah recensie dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Berbagai istilah tersebut mengacu kepada hal yang sama yaitu mengulas sebuah buku. Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan resensi sebagai ”Pertim-bangan atau pembicaraan buku, ulasan buku”Gorys Keraf mendefinisikan resensi sebagai ”Suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku” (Keraf, 2001 : 274). Dari pengertian tersebut muncul istilah lain dari kata resensi yaitu kata pertimbangan buku, pembicaraan buku, dan ulasan buku. Intinya membahas tentang isi sebuah buku baik berupa fiksi maupun nonfiksi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa resensi adalah tulisan ilmiah yang membahas isi sebuah buku, kelemahan, dan keunggulannya untuk diberitahukan kepada masyarakat pembaca.
Sistematika Resensi
Sistematika resensi atau bagian-bagian resensi dikenal juga dengan istilah unsur resensi. Unsur yang membangun sebuah resensi menurut Samad (1997 : 7-8) adalah sebagai berikut: (1) judul resensi; (2) data buku; (3) pembukaan; (4) tubuh resensi; dan (5) penutup. Penjelasan tentang bagian-bagian tersebut penulis kemukakan berikut ini.
a) Judul Resensi
Judul resensi harus menggambarkan isi resensi. Penulisan judul resensi harus jelas, singkat, dan tidak menimbulkan kesalahan penafsiran. Judul resensi juga harus menarik sehingga menimbulkan minat membaca bagi calon pembaca. Sebab awal keinginan membaca seseorang didahului dengan melihat judul tulisan. Jika judulnya menarik maka orang akan membaca tulisannya. Sebaliknya, jika judul tidak menarik maka tidak akan dibaca. Namun perlu diingat bahwa judul yang menarik pun harus sesuai dengan isinya. Artinya, jangan sampai hanya menulis judulnya saja yang menarik, sedangkan isi tulisannya tidak sesuai, maka tentu saja hal ini akan mengecewakan pembaca.
b) Data Buku
Secara umum ada dua cara penulisan data buku yang biasa ditemukan dalam penulisan resensi di media cetak antara lain:
a. Judul buku, pengarang (editor, penyunting, penerjemah, atau kata pengantar), penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku.
b. Pengarang (editor, penyunting, penerjemah, atau kata pengantar, penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku.
c) Pendahuluan
Bagian pendahuluan dapat dimulai dengan memaparkan tentang pengarang buku, seperti namanya, atau prestasinya. Ada juga resensi novel yang pada bagian pendahuluan ini memperkenalkan secara garis besar apa isi buku novel tersebut. Dapat pula diberikan berupa sinopsis novel tersebut.


d) Tubuh Resensi
Pada bagian tubuh resensi ini penulis resensi (peresensi) boleh mengawali dengan sinopsis novel. Biasanya yang dikemukakan pokok isi novel secara ringkas. Tujuan penulisan sinopsis pada bagian ini adalah untuk memberi gambaran secara global tentang apa yang ingin disampaikan dalam tubuh resensi. Jika sinopsisnya telah diperkenalkan peresensi selanjutnya mengemukakan kelebihan dan kekurangan isi novel tersebut ditinjau dari berbagai sudut pandang—tergantung kepada kepekaan peresensi.
e) Penutup
Bagian akhir resensi biasanya diakhiri dengan sasaran yang dituju oleh buku itu. Kemudian diberikan penjelasan juga apakah memang buku itu cocok dibaca oleh sasaran yang ingin dituju oleh pengarang atau tidak. Berikan pula alasan-alasan yang logis.
Bagaimana Meresensi Buku Novel?
Untuk meresensi novel terlebih dahulu kita harus memahami unsur-unsur pembangun novel. Unsur pembangun novel tersebut antara lain sebagai berikut: latar, perwatakan, cerita, alur, dan tema. Latar biasanya mencakup lingkungan geografis, dimana cerita tersebut berlangsung. Latar juga dapat dikaitkan dengan segi sosial, sejarah, bahkan lingkungan politik dan waktu. Perwatakan artinya gambaran perilaku tokoh yang terdapat dalam novel. Pembaca harus dapat menafsirkan perwatakan seorang tokoh. Cara penggambaran watak ini biasanya bermacam-macam. Ada penggambaran watak secara deskriptif dan ada pula secara ilustratif. Cerita novel bisa meliputi peristiwa secara fisik—seperti perampokan, pembunuhan, dan kematian mendadak, namun juga peristiwa kejiwaan yang biasanya berupa konflik batiniah pelaku. Alur berkenaan dengan kronologis peristiwa yang disampaikan pengarang. Sedangkan tema merupakan kesimpulan dari seluruh analisis fakta-fakta dalam cerita yang sudah dicerna. Sebelum menulis resensi perlu memahami terlebih dahulu langkah-langkah yang harus ditempuh. Berkenaan dengan itu Samad (1997 : 6-7) memberikan langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
A. Penjajakan atau pengelanaan terhadap buku yang akan diresensi;
B. Membaca buku yang akan diresensi secara konprehensif, cermat, dan teliti.
C. Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutif untuk dijadikan data;
D. Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi;
E. Menentukan sikap dan menilai hal-hal yang berkenaan dengan organisasi penulisan, bobot ide, aspek bahasanya, dan aspek teknisnya;
Mengoreksi dan merevisi hasil resensi atas dasar kriteria yang kita tentukan sebelumnya. Berbagai buku paket mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga menganjurkan langkah-langkah menulis resensi novel. Buku Berbahasa dan Sastra Indonesia yang ditulis Syamsudin (2004 : 81) menyarankan langkah-langkah menulis resensi novel sebagai berikut:
A. Tuliskan identitas buku pada awal tulisan;
B. Kemukakan sinopsis atau ringkasan novel tersebut;
C. Kemukakan pembahasan novel tersebut dilihat dari unsur-unsur pembentuknya. Tunjukkan kelebihan dan kekurangan novel tersebut disertai bukti berupa kutipan-kutipan;
D. Bagian akhir diisi dengan simpulan, apakah novel itu cukup baik untuk dibaca serta siapa yang layak membaca novel tersebut.


Pendapat yang lebih ringkas tentang langkah menulis resensi novel dikemukakan dalam buku paket lain yang ditulis Permadi (2005 : 233) sebagai berikut:
A. Pilihlah novel yang baru diterbitkan, biasanya 3 tahun terakhir;
B. Kemukakan identitas buku novel secara singkat berkenaan dengan pengarang, tahun terbit, dan jumlah halaman, serta katalog;
C. Kemukakan garis besar novel secara ringkat, kelebihan dan kekurangannya.
Pendapat lain tentang langkah menulis resensi dikemukakan oleh Raharjo (2004 : 54) sebagai berikut:
A. Membaca contoh-contoh resensi;
B. Menentukan buku yang akan diresensi;
C. Membaca buku yang akan diresensi secara teliti;
D. Mencatat hal-hal yang menarik dan yang tidak menarik dari buku yang akan diresensi;
E. Berlatih menyusun resensi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis melihat banyak persamaan tentang langkah-langkah penulisan resensi. Jika semua pendapat tersebut digabungkan maka secara garis besar langkah menulis resensi terbagi atas tiga tahapan. Tahapan menulis resensi adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan meliputi: (a) Membaca contoh-contoh resensi; dan (b) Menentukan buku yang akan diresensi.
2. Tahap Pengumpulan data: (a) Membaca buku yang akan diresensi; (b) Menandai bagian-bagian yang akan dijadikan kutipan sebagai data; (c) Menuliskan data-data penulisan resensi.
3. Tahap penulisan meliputi: (a) Menuliskan identisa buku; (b) Mengemukakan sinopsis novel; (c) Mengemukakan kelebihan dan kekurang-an buku novel; (d) Mengemukakan sasaran pembaca; dan (e) Mengoreksi dan memperbaiki resensi berdasarkan susunan kalimatnya, kohesi dan koherensi karangan, diksi, ejaan dan tanda bacanya.

SEREMONIAL WORKSHOP; MENYIMAK SAMBUTAN PLT KEPALA DINAS PENDIDIKAN KALTIM

HORISON - Senin, 20 Oktober 2025 pukul 14.00 wita dilaksanakan pembukaan “Workshop Perhitungan dan Pemetaan Data Kebutuhan Guru Pendidikan M...