Minggu, April 8

KOMPENSASI BBM TIDAK MENDIDIK

         Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang diusulkan oleh pemerintah akhir-akhir ini bukanlah kebijkan yang dilematis, dan tanpa makna. rupanya rencana tersebut sudah dipoles sedimikian rupa sehingga masyarakat  bisa menerima dengan legowo. pemerintah sudah mempersiapkan program bantuan langsung tunai (BLT), atau bahasa kasarnya adalah bagi-bagi uang kepada masyarakat miskin dan bahasa politiknya adalah konpensasi. apakah konpensasi yang dicanangkan oleh pemerintah tersebut ofektif atau tidak? dan mampukah konpensasi tersebut mensejahterakan masyarakat?.

Pengalaman tahun lalu membuktikan bahwa kompensasi  atau tunjangan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang diberikan kepada masyarakat miskin yang dipoles dalam program Bantuan Langsung Tunai (BLT), sangat tidak mendidik dan itu justru memanjakan masyarakat miskin, serta tidak mampu juga meningkatkan perekonomian mereka. Ibaratnya, pemberian bantuan tunai tersebut  “member ikan, bukan member kail, agar masyarakat miskin menangkap ikan”. Disamping itu, pembagiannya tidak tepat sasaran. Kebanyakan yang menerima kompensasi itu pensiunan, orang-orang kaya, dan orang-orang terdekat atau Keluarga Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), lurah/kepala desa dan lainnya. Sedangkan masyarakat miskin yang menjadi prioritas program tersebut hanya sebagai penonton. Hal ini sungguh tidak adil, serta dapat membuat pemerintah berdosa secara “berjamaah”. Untuk itu, pemerintah perlu menjadikan realitas ini sebagai pelajaran yang berharga dalam menentukan dan mengambil kebijakan selanjutnya. apakah ia hari ini pemerintah menempuh langkah itu lagi? jika melihat agresivitas pemerintah jawabannya, ya. sekarang programnya sudah ganti nama yakni Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) ini kan namanya saja di ganti sedangkan isinya sama saja dengan BLT. jika benar-benar langkah ini diambil oleh pemerintah maka pemerintah sedang mengalami kecelakaan intelektual dan politik.  

Ironis memang, jika melihat realitas dari dampak kompensasi tersebut, masyarakat benar-benar dimanjakan dengan bagi-bagi uang. Sebenarnya pemerintah harus mampu melihat tuntutan kebetuhan masyarakat hari ini, masyarakat tidak butuh uang tetapi mereka butuh lapangan kerja. Uang kok cepat habis jika dibandingkan dengan lapangan kerja, dengan pekerjaan mereka bisa mendapatkan uang. Apa lagi kompensasi tersebut hanya Rp. 200.000,- per bulan selama Sembilan bulan. Jadi, totalnya adalah Rp. 1800.000,-. Masalahnya kemudian dengan uang sebanyak itu rakyak mampu memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya? Tentu tidak. Jika melihat kenyataan yang ada satu bulan saja masyarakat miskin diperkirakan memenuhi tuntutan kebutuhannya melebihi Rp. 1800.000,-. Apalagi dengan naiknya harga BBM tersebut semuah harga barang ikut naik tidak ketinggalan juga ongkos taksi atau sejenisnya. Pertannyaan selanjutnya adalah apa yang menjadi dasar pertimbangan yang ideal, munculnya program kompensasi dibalik naiknya harga BBM tersebut? Apakah ini hanya sekedar program politik praktis pemerintah, dalam hal ini partai demokrat sebagai penguasa untuk mendapatkan dukungan pada pesta demokrasi 2014 yang akan datang?

Jika kita kembali pada amanat konstitusi yakni pembukaan undang-undang dasar 1945, pasa 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak yang terlantar harus dipelihara oleh Negara”. Pasal tersebut jelas kok mengamanatkan bahwa Negara melindungi dan memelihara masyarakat miskin dan anak yang terlantar dari kebodohan dan kemiskinan. Artinya tanpa kompensasi dan pengurangan subsidi BBM pun sudah merupakan tanggungjawab pemerintah untuk membantuk masyarakat miskin.

                Jadi, kehadiran program BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang hari ini berubah nama menjadi BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) tidak memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat miskin, justru sebaliknya memanjakan masyarakat untuk tidak mau bekerja dan sekaligus berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran di Negara ini. disamping itu pula, akan menyebabkan kecemburuan sosial, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik sosial antara warga. Oleh karena itu, pemerintah mempertimbangkan lagi program tersebut atau mengalihkan anggaran untuk BLT/BLSM tersebut untuk program yang lain. Misalnya; pembngunan infrastruktur dan bantuan untuk transportasi umum, karena hal tersebut merupakan kebutuhan yang mendesak untuk masyarakat hari ini dan seterusnya. Disamping itu, membuka lapangan kerja bagi masyarakat, dan ini dijamin bermartabat dibandingkan dengan bagi-bagi duit. Tetapi, hemat penulis dalam hal ini pemerintah lebih baik mengurungkan niatnya untuk tidak menaikan harga BBM, karena dengan kenaikan harga BBM tersebut citra buruk pemerintah semakin menjadi-jadi dimata bangasa dan Negara ini. 
SEMOGA …

KEZALIMAN



Rencana pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi akhir-akhir ini, menuai protes dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, kaum buru, petani, nelayan, serta tidak ketinggalan juga partai oposisi. Bentuk penolakan tersebut diwujudkan dengan bentuk gelombang demostrasi besar-besaran baik dari tingkat pusat maupun dari tingkat daerah. Satu suara satu komando menyuasarakan penolakan kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM bersubsidi. 

Rupanya rencana kebijakan tersebut menyebabkan kondisi bangsa dan Negara carut marut dan terkesan kacau balau, instabilitas terjadi dimana-mana. Hal ini dapat terlihat dengan adanya bentrokan antara massa demostrasi dengan polisi, adanya oknum tertentu yang memanfaatkan kesempatan itu untuk melampiaskan kemarahannya dengan melempar zat kimia kerah polisi, harga barang dan jasa melambung tinggi, harga minyak eceran meroket, ongkos taksi naik, kelaparan terjadi dimana-mana, dan kejahatan semakin menjadi-jadi. Jika kondisi tersebut terus melanda bangsa ini, kapan Negara ini aman, tertib, sehat, sejahtera, dan sentosa? Dan kemanakah kiblat pemerintah atas domokrasi yang dianut sebagai sistem kenegaraan.   

Sedikit penulis membuka kotar fikir kita khususnya pemerintah. Kita harus menyadari sepenuh hati bahwa oleh pendiri bangsa ini, oleh toko-tokoh perjuangan yang membela bangsa dan Negara, telah mewariskan UUD 1945 sebagai dasar Negara dan pancasila sebagai ideologi bangsa. Kedua konsep tersebut dijadikan sebagai landasan tata kelola pemerintahan. Jadi, semua urusan yang berkaitan dengan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan wajib dilandaskan di atasnya. tidak boleh tidak, kalau nggak berarti kita sudah sangat berdosa, karena itu adalah amanah. 

Selaras dengan hal tersebut di atas, sudah semestinya pemerintah atau penguasa kembali ke jalan yang benar, kembali ke pancasila dan UUD 1945 serta kehidupan demokrasi yang kita emban. Keberpihakan pemerintah terhadap rakyat adalah hukumnya wajib, segala kebijakan yang diambil harus didasarkan atas suara rakyat. “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rayat”. Jadi, ketika rakyat menolak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Maka, mau tidak mau atau suka tidak suka pemerintah harus membatalkan rencana kebijakan kenaikan tersbut. Bukan MENUNDA. Toh, kalau ditunda itu hanya untuk menenangkan masyarakat, dan pada akhirnya naik juga. Atau bukan untuk mengulur-ngulur waktu agar bisa melakukan konspirasi dengan pihak tertentu sehingga masyarakat mengiakan kenaikan tersebut, dan bukan pula mengorganisasikan teknik bejat lainya sehingga kebijakan tersebut dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Tetapi yang jelas masyarakat tetap resah, kacau balau. Dan jika langkah ini tetap dilakukan oleh pemerintah tidak menutup kemungkinan akan terjadi kekacauan yang lebih besar lagi.  

PRESIDEN, presiden yang terhormat, seluruh masyarakt menginginkan rencana kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut DIBATALKAN bukan DITUNDA. Kalau ditunda berarti kebijakan tersebut tetap diberlakukan hanya waktunya saja yang berbeda, dalam hal ini cepat lambatnya. Dan kalu dibatlkan berarti kebijkan tersebut tidak diundangkan alias tidak diberlakukan kapanpun dan dimanapun, sehingga masyarakat lega dan tidak ribut-ribut lagi untuk berdemo. Masalahnya kemudian apakah pemerintah pro rakyat? Menghargai aspirasi rakyat? Memperhitungkan nasib dan kesejahteraan rakyat? Melihat agresivitas pemerintah akhir-akhir ini rakyat tidak pernah diperhitungkan dan diperhatikan, buktinya dengan serta merta pemerintah mengusulkan perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN) 2012 ke DPR yang salah satu isinya membiarkan harga BBM sesuai dengan harga pasar dan memberikan wewenang pemerintah untuk menaikan harga BBM tanpa persetujuan DPR. Tindakan ini sangat-sangat bertentang dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Dan disamping itu, menunjukan kepada kita bahwa sikap pemerintah tetap bersih keras menaikan harga tanpa memperhatikan amanat rakyat. Jadi, tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa pemerintah hari ini egois, diktator, tidak dapat dipercaya, dan khianat. sifat-sifat inilah yang disebut oleh kita  adalah tindakan zalim.

Kita semua sangat berharap somoga setan-setan yang merasuki pemimpin-pemimpin kita keluar dari tempat bersemayamnya, dan tentunya, pemimpin kita kembali kejalan yang benar. Tidak terus tergoda oleh kepentingan pragmatis semata.
SEMOGA…     


SEREMONIAL WORKSHOP; MENYIMAK SAMBUTAN PLT KEPALA DINAS PENDIDIKAN KALTIM

HORISON - Senin, 20 Oktober 2025 pukul 14.00 wita dilaksanakan pembukaan “Workshop Perhitungan dan Pemetaan Data Kebutuhan Guru Pendidikan M...