KOMPENSASI BBM TIDAK MENDIDIK
Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang diusulkan oleh pemerintah akhir-akhir ini bukanlah kebijkan yang dilematis, dan tanpa makna. rupanya rencana tersebut sudah dipoles sedimikian rupa sehingga masyarakat bisa menerima dengan legowo. pemerintah sudah mempersiapkan program bantuan langsung tunai (BLT), atau bahasa kasarnya adalah bagi-bagi uang kepada masyarakat miskin dan bahasa politiknya adalah konpensasi. apakah konpensasi yang dicanangkan oleh pemerintah tersebut ofektif atau tidak? dan mampukah konpensasi tersebut mensejahterakan masyarakat?.
Pengalaman tahun
lalu membuktikan bahwa kompensasi atau
tunjangan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang diberikan kepada masyarakat
miskin yang dipoles dalam program Bantuan Langsung Tunai (BLT), sangat tidak
mendidik dan itu justru memanjakan masyarakat miskin, serta tidak mampu juga
meningkatkan perekonomian mereka. Ibaratnya, pemberian bantuan tunai
tersebut “member ikan, bukan member
kail, agar masyarakat miskin menangkap ikan”. Disamping itu, pembagiannya tidak
tepat sasaran. Kebanyakan yang menerima kompensasi itu pensiunan, orang-orang
kaya, dan orang-orang terdekat atau Keluarga Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW),
lurah/kepala desa dan lainnya. Sedangkan masyarakat miskin yang menjadi
prioritas program tersebut hanya sebagai penonton. Hal ini sungguh tidak adil,
serta dapat membuat pemerintah berdosa secara “berjamaah”. Untuk itu,
pemerintah perlu menjadikan realitas ini sebagai pelajaran yang berharga dalam
menentukan dan mengambil kebijakan selanjutnya. apakah ia hari ini pemerintah menempuh langkah itu lagi? jika melihat agresivitas pemerintah jawabannya, ya. sekarang programnya sudah ganti nama yakni Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) ini kan namanya saja di ganti sedangkan isinya sama saja dengan BLT. jika benar-benar langkah ini diambil oleh pemerintah maka pemerintah sedang mengalami kecelakaan intelektual dan politik.
Ironis memang,
jika melihat realitas dari dampak kompensasi tersebut, masyarakat benar-benar
dimanjakan dengan bagi-bagi uang. Sebenarnya pemerintah harus mampu melihat
tuntutan kebetuhan masyarakat hari ini, masyarakat tidak butuh uang tetapi mereka butuh
lapangan kerja. Uang kok cepat habis jika dibandingkan dengan lapangan kerja,
dengan pekerjaan mereka bisa mendapatkan uang. Apa lagi kompensasi tersebut
hanya Rp. 200.000,- per bulan selama Sembilan bulan. Jadi, totalnya adalah Rp.
1800.000,-. Masalahnya kemudian dengan uang sebanyak itu rakyak mampu memenuhi
tuntutan kebutuhan hidupnya? Tentu tidak. Jika melihat kenyataan yang ada satu
bulan saja masyarakat miskin diperkirakan memenuhi tuntutan kebutuhannya
melebihi Rp. 1800.000,-. Apalagi dengan naiknya harga BBM tersebut semuah harga
barang ikut naik tidak ketinggalan juga ongkos taksi atau sejenisnya.
Pertannyaan selanjutnya adalah apa yang menjadi dasar pertimbangan yang ideal,
munculnya program kompensasi dibalik naiknya harga BBM tersebut? Apakah ini
hanya sekedar program politik praktis pemerintah, dalam hal ini partai demokrat
sebagai penguasa untuk mendapatkan dukungan pada pesta demokrasi 2014 yang akan
datang?
Jika kita
kembali pada amanat konstitusi yakni pembukaan undang-undang dasar 1945, pasa
34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak yang terlantar harus dipelihara oleh
Negara”. Pasal tersebut jelas kok mengamanatkan bahwa Negara melindungi dan
memelihara masyarakat miskin dan anak yang terlantar dari kebodohan dan
kemiskinan. Artinya tanpa kompensasi dan pengurangan subsidi BBM pun sudah
merupakan tanggungjawab pemerintah untuk membantuk masyarakat miskin.
Jadi,
kehadiran program BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang hari ini berubah nama
menjadi BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) tidak memberikan dampak
positif yang berkelanjutan bagi masyarakat miskin, justru sebaliknya memanjakan masyarakat
untuk tidak mau bekerja dan sekaligus berdampak pada meningkatnya angka
kemiskinan dan pengangguran di Negara ini. disamping itu pula, akan menyebabkan kecemburuan sosial, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik sosial antara warga. Oleh karena itu, pemerintah mempertimbangkan lagi program tersebut atau
mengalihkan anggaran untuk BLT/BLSM tersebut untuk program yang lain. Misalnya;
pembngunan infrastruktur dan bantuan untuk transportasi umum, karena hal
tersebut merupakan kebutuhan yang mendesak untuk masyarakat hari ini dan
seterusnya. Disamping itu, membuka lapangan kerja bagi masyarakat, dan ini
dijamin bermartabat dibandingkan dengan bagi-bagi duit. Tetapi, hemat penulis
dalam hal ini pemerintah lebih baik mengurungkan niatnya untuk tidak menaikan
harga BBM, karena dengan kenaikan harga BBM tersebut citra buruk pemerintah
semakin menjadi-jadi dimata bangasa dan Negara ini.
SEMOGA …
Komentar