EKSPRESI MENULIS ADALAH STIGMA YANG TAK TERBANTAHKAN


Mengawali tulisan ini, ijinkanlah saya untuk curhat sedikit. Masih segar di ingatan, ketika cerpen saya yang berjudul Disiplin Makin Hilang mendapat tuding miris dari berbagai kalangan. Khususnya, dalam hal ini, oknum-oknum yang merasa dirugikan. Acaman, tudingan, cemoohan, dan makian datang bertubi-tubi menimpa diri dan keluarga saya. Lantaran ada kesamaan nama dan profesi serta kesesuaian isi cerita dengan potret realitas yang ada dalam kehidupan nyata. Tepatnya, isi cerpen tersebut mencerminkan tingkah laku kalangan yang memprotes. Secara, cerpen tersebut mengisahkan disiplin di sebuah sekolah yang tidak ditegakkan lagi oleh oknum guru-guru dan hubungan yang tidak harmonis diantara guru sehingga menyebabkan polarisasi besar-besaran. Anehnya kala itu, saya dituduh mencemarkan nama baik dan menghancurkan rumah tangga mereka. Sehingga, saya diancam untuk dipolisikan alias dibawah ke “meja hijauh”. Disamping itu, dramatisasi cukup arogan, luapan emosi cukup tinggi, dan deraian air mata cukup deras mewarnai tudingan itu. Wallahua’lam bissawab. Apa motif di balik tudingan ini? Jauh dari pengetahuan saya. Yang jelas cerpen tersebut lahir tanpa ditunggangi dan menunggangi siapapun. Semata-mata lahir dari ekspresi imajinatif pengarang yang dilandaskan atas kenyataan (pengalaman) yang ada.

Berangkat dari persoalan pribadi itulah saya tertarik untuk menulis artikel yang dikasih judul Ekspresi Menulis adalah Stigma yang Tak Terbantahkan. Dengan tujuan utama memberikan informasi kepada pembaca agar dapat memahami hakekat ekspresi menulis dan bagaimana kode etik menulis itu sesungguhnya? Sehingga kemudian kita terhindar dari pemahaman yang keliru dalam menilai karya seseorang. Kita tidak serta-merta langsung menuduh dan menuding seorang penulis. Lantaran kita melek terhadap interpretasi sebuah tulisan. Dan atau paling tidak, kejadian yang penulis gambarkan di muka tidak menimpa penulis berikutnya.

Berbicara tentang ekspresi atau kebebasan menulis, tentu kita harus mengaitkan dengan amanat UUD 1945 pasal 28 dan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Kedua peraturan tersebut menegaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat baik secara lisanmaupun tulisan harus dijamin, serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bebas menulis apa saja, kapanpun, dan dimanapun. Selagi tulisan itu dapat menyampaiakan informasi secara jelas, akurat, dan terpercaya.

Jika, kita menelisik lebih dalam amanat konstitusi di atas. Maka, sudah sangat jelas, bahwa kebebasan menulis merupakan kebebasan bagi setiap individu dalam rangka menyampaikan gagasan dan pendapat serta fakta yang ada. Dijamin keberadaannya dan dihargai karyanya. Wujud dari tulisan tersebut dapat berupa karya fiksi dan nonfiksi. Karya nonfiksi misalnya: karya tulis, paper, artikel, opini, makalah, dan buku mata pelajaran. Karya fiksi misalnya: cerpen, novel, dongeng, hikayat, dll. Namun, perlu disadari bahwa karya fiksi sangat-sangat berbeda dengan karya nonfiksi. Jika  karya nonfiksi adalah tulisan yang didasarkan atas fakta dan kenyataan yang ada. Maka, karya fiksi merupakan tulisan yang didasarkan atas imajinatif (daya hayal) pengarang. Jadi, pada fase inilah perlu saya tegaskan. Dikatakan nyasar atau salah sasaran jika sebagian kalangan membantah dan menuding tulisan fiksi karena itu hanyalah fiktif atau cerita belaka. Realnya, lamunan seorang pengarang.

Tetapi Warning,  Kritik, bantahan, bahkan kecaman dari pembaca sudah menjadi risiko seorang penulis. Namun sebaiknya, segala sesuatunya telah direnungkan dan diantisipasi sebelum menulis. Kritik yang positif dan memuji akan menyenangkan. Sebaliknya, kritik yang negatif dan bersifat membantah memang dapat membuat penulis putus asa. Semua ini dapat dihindari dengan persiapan sebelumnya. Penulis harus memiliki tanggung jawab terhadap tulisannya. Jika ia bermaksud menyampaikan pendapat, gagasan, pemikiran, dan perasaan, tentunya karena ia yakin bahwa semuanya itu akan bermanfaat bagi orang lain. Tulisan tentang masalah-masalah pendidikan kesehatan dalam jurnal kedokteran, misalnya, pasti memiliki dasar-dasar yang kuat untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Begitu juga tulisan bertema sosial, agama, teknologi modern, ekonomi, dan sebagainya. Ataupun tulisan-tulisan yang disajikan dalam bentuk cerita cerpen dan novel. Si penulis harus menguasai materi yang disajikannya.

Jadi, dengan membaca sebuah tulisan, seorang pembaca dapat memahami informasi yang disampaikan. Bacaan itu akan lebih menarik perhatiannya apabila berisi hal-hal yang ingin diketahui dan dipelajarinya. Selain itu, hal-hal yang disampaikan benar-benar memberinya manfaat. Kesadaran akan tanggung jawabnya itulah yang harus ada dalam jiwa setiap penulis. Keberaniannya untuk menyampaikan pendapat dan kebebasannya untuk berekspresi di arena tulis-menulis akan dihargai oleh masyarakat pembaca apabila ia memang memiliki kemampuan untuk memertanggungjawabkan manfaat maupun kebenarannya. Apalagi jika tulisan itu mampu menggerakkan hati nurani pembacanya dan kemudian menciptakan opini pablik di kalangan masyarakat. Inilah keberhasilan seorang penulis atau pengarang. Bahkan, tulisan-tulisan seperti ini dapat mengubah pandangan dunia (word view). Hal-hal inilah yang saya sebut sebagai “kode etik” dalam menulis. 

Sebagai contoh sederhana. Ada beberapa novel termasyhur telah mengubah opini dunia. Misalnya, buku berjudul "Uncle Tom`s Cabin" karya Harriet Beecher Stowe yang bercerita tentang kejamnya bisnis perbudakan orang-orang kulit hitam yang tidak manusiawi. Bukan hanya Amerika yang terguncang. Seluruh dunia terperangah membaca buku yang dengan berani membuka borok-borok bisnis yang mendatangkan keuntungan besar ini. Satu lagi contoh tentang keberanian pengarang mengungkap fakta buruk yang disembunyikan, yaitu ketika pengarang Perancis, Emile Zola, membela Alfred Dreyfus, seorang anggota militer Perancis yang dijebloskan ke penjara karena fitnah. Penyimakannya atas kasus yang menghebohkan ini membuktikan bahwa Dreyfus tidak bersalah. Karena itu, ia bertekad untuk membuka skandal yang melibatkan orang-orang penting dalam dinas militer Perancis pada awal abad ke-19 itu. Ia menulis surat terbuka kepada Presiden melalui surat kabar L`Aurore di bawah judul "J`Accuse". Novelis besar ini berani menanggung risiko masuk penjara demi kebenaran yang diyakini. Hal ini tidak sia-sia karena Alfred Dreyfus kemudian dibebaskan. Bayangkan betapa hebatnya dia. Sendirian, hanya bersenjatakan pena dan tinta, Emile Zola berhasil mengungkap skandal korupsi di balik peristiwa yang menggegerkan itu.

Semoga contoh di atas, dapat memberikan pemahaman kepada kita tentang substansi dan pentingnya kode etik dalam tulis-menulis. Sehingga, kedepan kita dapat memberikan apresiasi yang positif kepada seorang pengarang seperti apapun tulisannya. Akhir kata, semoga tulisan yang sangat sederhana ini bermanfaat bagi pembaca. Namun, demi kesempurnaan tulisan ini, saya sangat berharap kritik dan sarannya.

Mengahiri tulisan ini ada beberapa pertanyaan yang wajib dijawab oleh pembaca. Apakah salah jika saya menjadi seorang penulis? Apakah salah jika tulisan saya di bukukan dan dibaca oleh setiap orang? Apakah salah jika saya bercerita lewat tulisan? Dan apakah saya pantas dituding dan dituduh seperti cerita diawal?


I really wait for your answer!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENEMUKAN IDE POKOK DAN PERMASALAHAN DALAM ARTIKEL MELALUI KEGIATAN MEMBACA INTENSIF

IKHTIAR MENINGKAT MUTU PENDIDIKAN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROV. KALTIM ADAKAN WORKSHOP KEPALA SEKOLAH DAN GURU JENJANG SMA SE-KABUPATEN KOTA

MERDEKA BELAJAR MENUJU PENDIDIKAN BERKUALITAS ; KONFERENSI KERJA PGRI CABANG KAUBUN 2024/2026