Kasus Merek yang Tidak Bisa Didaftarkan dan Ditolak Pendaftarannya
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak
hal yang didapatkan dari merek-merek terkenal terutama dalam hal
ekonomi. Keuntungan dalam bentuk materi akan mudah didapatkan dengan
cara yang instan. Dimana pada saat ini bayak sekali kasus yang numpang / nebeng dengan
merek terkenal agar dapat mendongkrak keuntungan dan poularitas sebuah
merek yang kurang mendapat perhatian dari konsumen. Banyak merek yang
kelihatannya seperti merek aslinya tetapi sebenarnya tidak palsu yang
sering disebut dengan aspal (asli tapi palsu).
Banyak alasan saat ini mengapa tindakan pemanfaatan merek-merek terkenal dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut :
- Agar mudah dipasarkan mudah untuk bertransaksi jual beli.
- Tidak perlu mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HKI .
- Mengurangi pengeluaran untuk untuk membangun citra produknya (brand image).
- Tidak perlu membuat divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date.
Jika hanya
dipandang dari segi ekonomi memang pemanfaatan merek akan memberi dampak
luar biasa untuk meraup keuntungan serta popularitas sebuah merek yang
baru seumur jagung. Tiba-tiba dengan cara yang gampang sudah menjadi
konsumsi dimasyarakat. Kenyataan ini memang tidak bisa disangkal karena
fakta dilapangan, dimana msyarakat memiliki kriteria untuk mengkonsumsi
suatu produk. Salah satu dari kriteria tersebut melihat merek sebuah
produk kemudian baru membelinya.
Dengan berbagai kasus yang sudah beranak pinak di tengah masyarakat ini membuat banyak merek yang di jiplak / contek.
Baik dari segi bentuk, ukuran, warna, desain, tulisan, penyebutan,
gambar dan masih banyak lagi. Meski sudah dibuat regulasi yang mengatur
mengenai hal ini. Namum tetap saja plagiarisme masih melekat di
kehidupan masyarakat terutama dibidang perdagangan yang memang sangat
erat dengan merek. Sudah banyak merek yang mengalami penolakan dan tidak
memenuhi syarat untuk didaftarkan. Karena banyaknya merek kembar tetapi beda yang ditemukan ditengah masyarakat.
Ternyata
fakta yang ada menunjukkan tidak hanya dalam merek yang berada dalam
negeri. Kesamaan antara merek dalam negeri dengan mereka diluar negeri
juga dimungkinkan terjadi. Hal-hal lain juga dapat dimungkinkan terjadi
dan akan dibahas dan dikaji lebih mendalam lagi. Dalam penolakan dan
tidak didaftarkannya sebuah merek akan dibahas berdasarkan dengan kasus
yang sudah terjadi. Untuk dicari pemecahan masalah dan diberikan
kesimpulan yang bersifat ilmiah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat
banayak hal yang peru dibenahi. Maka dapat ditentukan hal-hal yang akan
menjadi rumusan masalah yaitu :
- Mengapa kasus plagiarisme bisa dan masih tetap terjadi dalam masyarakat ?
- Bagaimanakah kasus penolakan dan tidak bisa didaftarkannya sebuah merek bisa terjadi ?
- Bagaimanakah problem solving untuk kasus yang telah terjadi dimasyarakat dan cara pencegahannya?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Merek
Terkait
dengan berbagai kasus merek yang terjadi perlu untuk diketahui apa
pengertian dari merek itu sendiri. Pengertian dari merek secara yuridis
tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi :
“Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
Indonesia
adalah negara hukum dan hal itu diwujudkan dengan berbagai regulasi yang
telah dilahirkan untuk mengatai berbagai masalah. Berkaitan dengan
kasus-kasus terkait merek yang banyak terjadi. Tidak hanya membuat
aturan-aturan dalam negeri, negeri seribu ini juga ikut serta dalam
berbagai perjanjain dan kesepakatan internasional. Salah satuya adalah
meratifikasi Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994
Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) sesuai dengan
kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia
sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam
kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good),
penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut
adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization).
Karena peranan yang begitu urgent demi berjalannya dan progress
dunia perdagangan baik barang maupun jasa dalam kegiatan perdagangan
dan penanaman modal. Pada tahun 1961 Indonesia mempunyai Undang-undang
baru mengenai merek perusahaan dan perniagaan LN. No. 290 Tahun 1961
dengan 24 pasal dan tidak mencantumkan sanksi pidana terhadap
pelanggaran merek. Dengan meningkatnya perdagangan dan industri serta
terbukanya sistem ekonomi yang dianut Indonesia maka lahir berbagai
kasus merek.
Dengan
pesatnya progres dunia perdagangan marak sengketa merek yang khususnya
menyerang pemilik merek terkenal yang menimbulkan konflik dengan
pengusaha lokal, berbagai alasan yang menyebabkannya diantaranya :
- Terbukanya sistem ekonomi nasional, sehingga pengusaha nasional dapat mengetahui dan memanfaatkan merek-merek terkenal untuk digunakan dan didaftar lebih dulu di Indonesia demi kepentingan usahanya.
- Pemilik merek terkenal belum atau tidak mendaftarkan dan menggunakan mereknya di Indonesia.
Banyaknya
sengketa merek maka pada tahun 1987 pemerintah menetapkan Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-HC.01.01 Tahun 1987
tentang “Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Orang lain”.
Dengan adanya aturan tersebut maka banyak sekali pemilik merek terkenal
yang mengajukan gugatan pembatalan mereknya dan banyak pula
perpanjangan merek yang ditolak oleh kantor merek dikarenakan
mempergunakan merek orang lain. Keputusan tersebut kemudian direvisi
dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01 untuk lebih
memberikan perlindungan terhadap pemilik merek-merek terkenal.
Selama masa
berlakunya UU No. 21 Tahun 1961, banyak sekali perkembangan dan
perubahan yang terjadi dalam dunia perdagangan, dimana norma dan tatanan
dagang telah berkembang dan berubah dengan cepat, hal tersebut
menyebabkan konsepsi yang tertuang dalam Undang-undang merek Tahun 1961
sudah sangat tertinggal jauh sekali. Untuk mengantisipasi perkembangan
tersebut maka pemerintah pada waktu itu mengeluarkan UU No. 19 Tahun
1992 tentang merek (LN. No.81 Tahun 1992) sebagai pengganti UU No.21
tahun 1961.
B. Contoh Kasus
Meski memang
sudah terdapat regulasi yang mengatur mengenai merek. Tetapi dalam
penegakannya dan pelaksanaannya dilapangan tidak bisa lepas dari
persengketaan. Dalam kasus sengketa merek “LOTTO” misalnya oleh
perusahaan Singapura dan pengusaha Indonesia. Kasus ini terjadi antara
Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd yang dimana adalah pemakai pertama
merek “LOTTO” untuk barang-barang seperti pakaian jadi, kemeja, baju
kaos, jaket, celana panjang, rok span, tas, koper, dompet, ikat
pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga,
raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi, dengan Hadi Darsono
seorang pengusaha dari Indonesia yang produk handuk dan sapu tangannya
yang juga menggunakan nama “LOTTO” sebagai merek. Merasa dirugikan
akibat kesamaan merek perusahaan LOTTO Singapura pun membawa masalah
persengketaan ini ke Pengadilan Negeri.
Atas kasus
ini memang merek tidak hanya berperan sebagai pengenal tetapi harus juga
sebuah simbol atau tanda yang membedakan dengan jelas antara satu
dengan yang lainnya. Maka seharusnya sebuah merek itu memiliki suatu
ciri khusu yang identik dengan kepribadiannya dan memang terlahir baru.
Buka sebuah merek yang diperbaharui atau sesuatu produk gagal yang
diperbaiki menjadi lebih baik.
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Secara Umum
Pemakaian
sebuah merek tidak hanya sebatas untuk meraup keuntungan. Merek
memiliki tujuan lain yang tidak hanya bisa dipandang dari segi ekonomi.
Merek juga memiliki peran untuk memperlancar kegiatan perdagangan barang
atau jasa untuk melaksanakan pembangunan. Untuk diperlukan perlindungan
merek agar tidak membuat aktifis plagiarisme semakin
gencar dengan praktek kotornya. Karena pada dasarnya perlindungan merek
tidak hanya untuk kepentingan pemilik merek saja akan tetapi juga untuk
kepentingan masyarakat luas sebagai konsumen.
Tidak hanya
terjadi di Indonesia masalah mengenai perlindungan merek juga marak
terjadi diberbagai negara. Keuntungan yang didapatkan dengan cara yang
tidak sulit mendorong sebuh merek untuk ditiru atau numpang tenar
layaknya seorang artis. Peniruan merek terkenal marak terjadi memang
dilandasi oleh “itikad tidak baik”. Semata-mata tujuannya hanyalah
materi, memperoleh keuntungan dengan nebeng dengan popularitas
sebuah merek. Perlakuan yang seperti ini memang tidak seharusnya dan
tidak selayaknya untuk mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan
terhadap merek terkenal dapat dilakukan dengan berbagai cara. Selain
dibutuhkan respon serta inisiatif pemilik merek, dapat juga dilakukan
oleh kantor merek dengan menolak permintaan pendaftaran merek yang sama
atau mirip dengan merek terkenal.
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan yaitu :
- Tidak mengatur definisi dan kriteria merek terkenal.
- Penolakan atau pembatalan merek, atau larangan penggunaan merek yang merupakan reproduksi, tiruan atau terjemahan yang dapat menyesatkan atas suatu barang atau jasa yang sama atau serupa apabila perundang-undangan negara tersebut mengatur atau permintaan suatu pihak yang berkepentingan.
- Gugatan pembatalan dapat diajukan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dari pendaftaran, namun tidak ada jangka waktu apabila pendaftaran itu dilakukan dengan itikad tidak baik.
Terhadap
perlindungan merek terkenal dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang perubahan
atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang merek diatur dalam pasal 6
ayat 1 (b), ayat 2 ayat 3 (a) yang berbunyi :
Pasal 6 :
1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:
- Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenisnya.
2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (b) dapat pula
diberlakukan terhadap barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktur Jenderel apabila Merek tersebut:
a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum
yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.
Kemudian penjelasan pasal tersebut di atas menyatakan :
Pasal 6 ayat (1) Huruf b :
Penolakan
permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan
dengan merek terkenal untuk barang dan atau jasa yang sejenis dilakukan
dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek
tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Disamping itu, diperhatikan
pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar
dan besar besaran, investasi di beberapa Negara di dunia yang dilakukan
oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di
beberapa Negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup,
Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk
melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau
tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.
Pasal 6 Ayat (2) :
Cukup jelas
Pasal 6 Ayat (3) Huruf a :
Yang
dimaksud dengan nama badan hukum adalah nama badan hukum yang digunakan
sebagai Merek dan terdaftar dalam daftar Umum Merek.
Dari
ketentuan diatas dapat ditentukan kriteria-kriteria yang dapat digunakan
untuk menentukan keterkenalan suatu merek terkenal yaitu :
- Pengetahuan masyarakat yang relevan terhadap merek.
- Pengetahuan masyarakat terhadap promosi merek.
- Didaftar oleh pemiliknya diberbagai negara.
Selain
perlindungan yang telah diatur dalam pasal 6 ayat 1 (b), ayat 2 dan ayat
3 (a) UU No. 15 Tahun 2001, sebetulnya bagi siapa saja yang dengan
sengaja mempergunakan merek milik orang lain dapat dikategorikan telah melakukan
sesuatu kejahatan dan diancam dengan pidana penjara maupun denda
sebagaimana diatur dalam pasal 90, 91, 92, 93, dan 94 Undang undang No.
15 Tahun 2001.
B. Analisis Kasus
Dikaitkan
dengan kasus yang ada suatu merek tidak dapat didaftar atas dasar
permohonan yang diajukan pemohon yang beritikat tidak baik dan pemohon
ada niat dan sengaja untuk meniru, membonceng atau menjiplak ketenaran
merek lain demi kepentingan usahanya yang mengakibatkan menimbulkan
kerugian pihak lain atau menyesatkan konsumen. Pemohon adalah pihak yang
mengajukan permohonan. Permohonan yaitu permintaan pendaftaran merek
yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Direktorat
Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada
di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
Pendaftaran suatu merek berfungsi sebagai berikut :
- Untuk barang bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang terdaftar,
- Dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh permohonan lain untuk barang / jasa sejenis,
- Sasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/ jasa sejenis.
Syarat dan
Tata cara Permohonan Pendaftaran Merek menurut Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek terdapat pada pasal 7 yaitu :
- Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan :
- Tanggal, bulan, dan tahun;
- Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
- Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
- Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
- Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
- Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
- Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
- Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
- Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama – sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
- Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
- Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
- Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
- Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Di dalam
kasus “LOTTO” ini, “LOTTO” Singapura memiliki bukti. Memiliki nomor
pendaftaran merek dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman dengan pendaftaran No. 137430, yang diajukan kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Terdapat kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat
Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dengan memberikan nomor
pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah
pengajuan perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dengan alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya
“LOTTO” Singapura mengajukan permohonan kasus kepada Mahkamah Agung.
Tidak hanya menuntut “LOTTO” milik Hadi Darsono ( Tergugat I ), mereka
juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian
merek ( Tergugat II ) karena telah lalai memberikan nomor pendaftaran
merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda usaha barangnya
setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada Direktorat
Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya
suatu merek dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen
Kehakiman dapat dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai
persamaan baik dalam tulisan ucapan kata, maupun suara dengan merek
dagang yang lain yang sudah terlebih dulu dipakai dan didaftarkan,
walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis terutama bila hal
tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal didunia
internasional.
Dalam kasus
ini Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek
terkenal Seven Up – LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI
No. 370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran
merek dapat dibatalkan karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan
dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan, walaupun
untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang
terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat
I. Tindakan Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga
melanggar ketertiban umum di bidang perdagangan serta kepentingan
khalayak ramai.
Setelah
memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian bahwa
judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan
kenyataan bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di
Indonesia. Ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan
hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961. Sementara itu, Tergugat I
tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat
membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.
Sehingga
putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili
sendiri perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh
alasan juridis yang intinya sebagai berikut :
- Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
- Merek “LOTTO” secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
- Merek “LOTTO”, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.
- Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang termasuk dalam kelompok barang sejenis kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Dengan pertimbangan tersebut di atas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
- Mengadili:
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
- Mengadili Sendiri :
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
- Menyatakan Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO” dan oleh karena itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.
- Menyatakan bahwa merek “LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
- Menyatakan pendaftaran merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I batal, dengan segala akibat hukumnya.
- Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor registrasi 197824 dalam daftar umum.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Menjadi bahan pertimbangan baru bahwa apabila terdapat merek yang sama, ada yang meniru merek atau yang disebut dengan numpang tenar.
Tidak sepenuhnya adalah kesengajaan atau kesalahan dari pelaku di dunia
perdagangan bisa juga karena kesalahan dari pihak yang memeriksa dan
memberikan perlindunagn atas merek itu sendiri.
Dalam kasus
ini jika terjadi kekeliruan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman bagian merek karena telah memberikan nomor
registrasi kepada Hadi Darsdono untuk menggunakan merek “LOTTO” yang
sebenarnya telah terdaftar di Indonesia pada tahun tanggal 29/6/1976 dan
4-3-1985. Menurut data yang kami dapatkan, hal ini dikarenakan oleh
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departmen Kehakiman kurang teliti dalam
mengecek akan merek “LOTTO” tersebut.
Gugatan yang
diajukan oleh Singapura kepada Mahkamah Agung mendapatkan keputusan
yang terbaik untuk Singapura, karena dalam kasus ini Singapura
memberikan bukti-bukti yang jelas kepada Mahkamah Agung dengan
menunjukkan surat-surat , dan bukti pembayaran yang telah Ia dapatkan
dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek
pada tahun 1976 dan 1985. Sementara Hadi Darsono didapati mempunyai
maksud yang tidak baik, dengan mendaftarkan “LOTTO” kepada Direktorat
Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek, Hadi Darsono
ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang
keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal
ini berarti Hadi Darsono selaku Tergugat 1 dalam prilaku perdagangannya
yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan
yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Selain dibutuhkan informasi yang up to date mengenai
dunia perdagangan khusunya mengenai merek agar tidak terjadi kesalahan.
Juga dibutuhkan kesadaran untuk berlaku jujur dalam mencari keuntungan
disertai dengan perberlakuan hukum yang adil dan memungkinkan juga
dilakukan pembaharuan aturan yang ada dengan aturan yang baru. Juga
dalam penegakannya para aparat hukum haruslah bertindak lebih teliti
lagi agar tidak terjadi kesalahan lagi dan juga harus bertindak adil.
B. Saran
Dalam
menentukan sebuah keputusan para aparat hukum dalam kasus ini Pengadilan
Negeri hendaknya bersikap lebih bijak dalam menentukan keputusan
hukuman. Perlu sebiah pertimbangan yang matang sebelum memberikan
keputusan bahwa Hadi Dasono tidak bersalah. Karena Pengadilan Negeri
tidak melihat alasan yang tidak baik dari Hadi Darsono yaitu untuk
mengambil keuntungan yang dapat ia peroleh dari penjualan produk-produk
“LOTTO” dengan menjual ketenaran nama “LOTTO” tersebut. Sebab tidak
sepenuhnya kesalahan dari Hadi Darsono sebab kekeliruan dari Bagian
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman yang kurang teliti.
Bagian
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman harusahnya lebih
teliti dalam memeriksa data-data merek yang ada. Agar tidak mengalami
kesalahan yang sama lagi. Karena jika hal ini terus menerus terjadi akan
menggangu ketertiban perdagangan yang berada di Indonesia. Agar
meminimalisir bahkan menghilangkan kesalahan serta kecurangan atas merek
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Djubaedillah. R, Sejarah, Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
Harapan, M. Yahya, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan Undang Undang No. 19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.
Rizawanto Wanita, Undang Undang Merek Baru 2001, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-perlindungan-konsumen/ diakses pukul 11:39 hari senin tanggal 28 Maret 2011
http://bjnatasyakusumah.blogspot.com/2010/04/studi-kasus-tentang-sengketa-atas-merek.html diakses pukul 11:42 hari senin tanggal 28 Maret 2011
UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
sumber: http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/04/09/makalah-tentang-hak-kekayaan-intelektual-kasus-merek-yang-tidak-bisa-didaftarkan-dan-ditolak-pendaftarannya/
Komentar