1. Apa yang Anda
percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum Anda mempelajari
modul 1.1?
Yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum
mempelajari modul 1.1 adalah sebagai berikut:
Pertama, Saya menganggap murid sebagai objek pembelajaran bukan subjek,
sehingga pembelajaran yang saya lakukan monoton, hanya berpusat pada guru
(teacher center) bukan pada murid (student center). Dalam proses pembelajaran yang sangat aktif
(berkuasa) adalah saya sebagai guru, murid hanya melihat, mendengar, dan
mengerjakan (pasif) . Murid harus mengikuti apa yang saya perintahkan, jika
tidak maka saya akan menghukum mereka. Kondisi ini kadang membuat murid takut,
trauma, terkadang ada juga yang melawan.
Kedua, Fokus utama pembelajaran
yang saya lakukan adalah bagaimana ketercapaian materi pembelajaran karena
materi yang saya ajarkan cukup banyak setiap semesternya. Saya juga menganggap ketuntasan dalam penyampaian materi lebih penting ketimbang
memahami kemampuan dan karakteristik murid. Apakah murid sudah mengerti atau
tidak materi yang saya ajarkan, saya tidak perhatikan karena orientasi utama
saya adalah menyelesaikan materi tersebut. Kemudian untuk memahami materi
pelajaran, saya suruh murid menghafal sampai bisa tanpa mempertimbangkan apakah
mereka memahami atau tidak dengan hafalannya. Dampaknya adalah saya terkadang
kebingungan ketika hasil evaluasi ulangan harian atau semester nilai murid
banyak yang tidak tuntas sehingga membuat saya marah terhadap mereka.
Ketiga, Saya menganggap bakat dan minat murid
belum ada atau masih kosong (kertas kosong) untuk itu perlu diasah (dicoret),
saya percaya bahwa setiap murid memiliki bakat dan minat yang sama dan
kemampuan yang sama pula sehingga perlu diperlakukan sama, saya tidak pernah
mengidentifikasi minat dan bakat murid sebelum memulai pelajaran, karena saya
beranggapan bakat dan minat cenderung diasah dan diarahkan dalam kegiatan diluar
kelas ekstrakurikuler dan ko-kurikuler.
Keempat,Saya hanya
menilai murid dari nilai pengetahuan dan keterampilannya saja sedangkan yang
menilai sikapnya adalah guru BK, guru agama dan Guru PKn. Misalnya saat mereka
mengerjakan tugas atau ulangan harian. Jika nilai murid sudah mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), maka saya menganggap bahwa pembelajaran sudah
berhasil. Terlepas apakah nilai dia murni mengerjakan sendiri atas pemahaman
yang dimiliki atau menyontek. Kemudian jika nilai mereka rendah dibawah KKM maka cara yang saya lakukan adalah remedial. Saya
menganggap remedial adalah cara yang ampuh untuk memperbaiki nilai siswa, jika
setelah remedial nilainya masih rendah juga maka saya akan memberikan tugas
tambahan yang tidak ada hubungannya dengan mata pelajaran misalnya membawa
sapu, pupuk kandang, dll. Apabila tugas yang berikan tidak dikumpulkan tepat
waktu, maka saya akan memberikan hukuman dengan tugas tambahan yang lain.
2. Apa yang
berubah dari pemikiran atau perilaku Anda setelah mempelajari modul ini?
Setelah saya mempelajari modul
1.1 tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan kita, saya merasa sangat
bersalah terhadap murid saya. Ternyata apa yang saya lakukan selama ini tidak
tepat dan tidak benar, saya sudah keliru dalam mendidik dan mengajar mereka,
saya telah memaksakan kehendak dengan mendominasi pembelajaran, membatasi
hak-hak mereka dalam proses pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajaran yang
kurang adil. Seharusnya saya memahami pendidikan dan pembelajaran itu sebagai
berikut:
Pertama,
Melakukan
perencanaan, proses, dan evaluasi pembelajaran secara menyeluruh bukan hanya satu
aspek pengetahuan saja, melainkan juga aspek sikap dan keterampilan.
Ketiga aspek ini harusnya saya kembangkan secara seimbang kepada kepada
murid-murid saya. Dalam pemikiran KHD kita sebut dengan pendidikan budi
pekerti, Budi pekerti yang juga disebut dengan watak diartikan sebagai bulatnya
jiwa manusia yang merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran perasaan,
kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan suatu tenaga. Budi pekerti juga
diartikan sebagai perpaduan antara cipta (kognitif), dan rasa (afektif)
sehingga menghasilkan karsa (psikomotorik). Pada titik inilah pendidikan yang
seharusnya saya lakukan mendidik murid yang tidak hanya pintar tetapi juga baik.
Kedua,
Saya
harus menganggap murid bukan sebagai objek pembelajaran melainkan sebagai subjek
pembelajaran. Artinya murid diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk berekspresi
dan berkreasi mengemukakan ide, pendapat dan gagasan sesuai dengan model, metode
dan media pembelajaran yang tepat. Posisi saya sebagai guru seharusnya sebagai fasilitator
dan mediator dalam proses pembelajaran. Guru menuntun, mengarahkan, dan
memfasilitasi murid sesuai dengan kodrat yang dimiliknya untuk meraih potensi
terbaiknya.
Ketiga,Saya harus menyadarinya bahwa setiap
anak lahir dengan kodrat yang berbeda-beda (kodrat alam dan kodrat zaman),
mereka memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh karena itu,
guru harus menghargai setiap karakter tersebut dengan memberikan kesempatan
untuk mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya.
Guru harus memberikan perlakukan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan murid
tersebut. Guru harus paham bahwa zaman terus berubah maka kebutuhan dan gaya
belajarpun berubah sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Keempat,Saya harus memastikan bahwa guru bukanlah
satu-satunya sumber belajar bagi murud, banyak sumber belajar lain yang bisa
dimanfaatkan oleh murid sesuai dengan bakat dan minatnya. Misalnya lingkungan
sekitar, media social, internet, dll. Guru harus memberikan kebebasan kepada
murid untuk mengakses sumber-sumber itu, namun kebesan yang diberikan tidak
mutlak tetap masih dibawah pengawan dan control guru sehingga mereka arif dan
bijak dalam memanfaatkan tekhnologi untuk memperoleh informasi.
Dengan memahami filosofi
pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya mulai sadar bahwa apa yang harus saya
lakukan sebagai guru merencanakan pembelajaran sesuai kebutuhan murid dan
membantu murid menjadi manusia yang merdeka. Murid sebagai individu yang unik,
berbeda satu dengan yang lain berhak mendapat tuntunan yang tepat sehingga
murid dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
3. Apa yang dapat
segera Anda terapkan lebih baik agar kelas Anda mencerminkan pemikiran KHD?
Yang dapat segera saya lakukan
dalam proses pembelajaran dikelas adalah merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi model pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered
Learning). Model pembelajaran ini memposisikan siswa sebagai subjek (pelaku) pembelajaran,
siswa dituntut untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar. Sementara saya sebagai
guru berperan sebagai fasilitator yang menyediakan berbagai sumber daya dan
dukungan yang dibutuhkan oleh siswa. Saya berperan sebagai penunjang, yakni perantara
pembelajaran yang membantu mengarahkan siswa. Bila perlu, saya dapat ikut
membantu siswa dalam mengembangkan materi yang ada. Siswa merupakan subjek
utama pembelajaran yang memiliki wewenang penuh untuk menentukan topik dan tema
yang akan dipelajari terkait dengan materi pelajaran, termasuk cara
penyampaiannya. Siswa merupakan sosok aktif pada proses pembelajaran yang
senantiasa memberikan gagasan, baik saran maupun kritik. Siswa diharapkan mampu
merumuskan harapan terhadap proses pembelajaran dan mengukur kinerja sendiri. Siswa
saling berkolaborasi satu sama lain.
Selaras
dengan model pembelajaran di atas, Saya juga menerapkan pembelajaran abad 21 yang
sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikasi,
dan kolaborasi dengan berpegang teguh pada konsep memerdekakan anak.
Logika pembelajaran tidak lagi menuntut (memaksakan
kehendak) tetapi menuntun (membimbing). Sebab tugas guru adalah memberi
tuntunan atau arahan yang baik kepada murid disamping menyampaikan materi
pelajaran. Kemudian saya sebagai guru berusaha menjadi teladan yang baik bagi
murid melalui perkataan maupun perbuatan. Dengan menjadi guru yang telada,
murid akan meniru sehingga dapat menjadi murid yang baik pula. Untuk itu, saya
harus menerapkan trilogy pendidikan yang digagas oleh KHD yakni Memberikan contoh yang
baik jika berada di depan “ing ngarso sung tuladha’ Kemudian Memberikan
semangat kepada murid jika berada di tengah-tengah “ing madya mangun karsa”
lalu Memberikan motivasi dan dorongan jika berda di belakang “tut wuri
handayani”.
Selanjutnya,
saya berupaya sekuat tenaga untuk menjadi penuntun bagi mereka dalam mencapai
kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zamannya sehingga mereka mencapai
kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Untuk mewujudkan itu, tentu saya harus mengenali karakter dan latar
belakang murid dengan menjalin komunikasi yang baik, dari hati kehati dengan
penuh hati-hati. Mengingat ini merupakan tugas berat maka saya harus sabar dan
ikhlas dalam mendampingi murid, kemudian memberikan pelayanan yang terbaik
untuk mereka. Jika ada murid yang berbuat kesalahan maka saya tidak memberikan hukuman
yang keras atau tidak memarahinya didepan kelas tapi berusaha menasehatinya di
ruang tertutup sehingga menimbulkan rasa nyaman bagi murit bukan rasa takut dan
trauma. Mengingat guru yang baik adalah guru yang dihormati, disegani, dan disenangi,
bukan guru yang ditakuti.