Selasa, September 25

KETIKA CINTA MENYAPA LUKA

Rangga BABUJU : Dalam “Titian Harapan Dilembayung Hati”
Senja pantai menerpa perbukitan pada dinding ranting-ranting patah. Dedaunan gugur pada musim semi. Gubahan syair berkeliaran digurun padang berbatu. Bulan menyapa malam namun tak pernah bergandengan dengan fajar. Kulihat musim sedang meliwati transisi, entah akan berganti apa. Karena daun berguguran saat musim semi, mungkinkah musim dingin? Entah tapi aku merasakannya.
Burung kutub terbang menuju daerah selatan, menghindar dari musim. Berpindah karena tak mampu beradaptasi. Aku memperhatikannya, tapi aku belum mengerti. Karena alam belum mengijinkan. Kupasang mata pada jarak jiwa, mencoba mendekati bintang redup. Namun aku menyadari bahwa aku di Bumi. Hanya bisa menatapnya pada malam hari, hanya bisa menyanjungnya pada saat suasana hati romantis. Tiada retak yang tak berserakkan, tiada resah yang tak cemas sehingga akupun berpikir bahwa tidak akan ada asap jika tidak ada api.
Ketika kebersamaan yang kita rajut membuahkan indah pada lembar demi lembar album kecil kita, mungkin engkau menyebutnya Diary. Hari-hari terlewatkan dengan berbagai cerita. Bayang-bayang keceriaan masih tertanam hingga kini.
Lewat goresan ini, lantunan hati kecilku merangkak mencari solusi dalam ilusi. Aku hanya suara dalam alam maya. Tak bersarang, tak berjarak, tapi merasa. Karena getaran yang meraba jiwa. Merasa atau merisau, karena kita mungkin sama dan pernah melaluinya kemarin. Hati kita mungkin rela ketika bayang mengungkit, mungkin pula tidak karena romantika yang memilukan. Tapi aku lelah memendam kenangan ini dalam album miniku, karenanya foto-foto kenangan kita memudar. Ku awali sekat ini dalam pembuangannya mulai pada awal engkau katakana, bahwa saat itu kita tenggelam dalam canda tawa. Kemudian engkaupun tahu, bahwa ada hati yang diam-diam kutanam menanti subur. Sebab ada cinta yang sedang bersemi.
Beberapa kali engkau menggodaku karena ada indah dalam tatapanmu, begitu pun aku. Sekian kali aku menggodamu, karena ada hati yang sedang merontak. Jimatku mujarab saat engkau menyambutnya dengan senyum. Berkali kali dan telah sekian kali dalam perjalanan kita. Canda tawa mewarnainya saat kita kenang kembali dibawah temaram bulan separuh. Cinta dan gurauan itu bersama-sama kita jalin hingga suatu hari keadaan mengambilnya dengan paksa dari tanganku. Warna dalam cerita kita adalah engkau dan aku yang membuatnya, yang merajutnya, yang merancangnya dan yang merencanakannya.
Sesaat aku khilaf, sesaat itu pula reruntuhan bergemuruh dibalik bebukitan indah diatas villa angsa tempat kita merajut kasih. Berkali-kali kini aku memohon maaf karena sesal, engkau membalasnya dengan mengiris kanvas yang telah berwarnah indah. Pada hal dulu, engkau adalah pengisi ruang jiwaku. Padahal dulu, aku adalah pelebur ketidaktahuanmu, hingga kita saling mengisi satu sama lain. Kuncup bunga ditaman tidak akan mekar bila tidak ada serangga yang mendekat untuk membisikannya.
Cinta, sesal aku karena khilaf. Tapi tiada daya karena aku hanyalah manusia biasa yang tak luput darinya. Maaf yang kusampaikan tak kau gubris karena dendam membentengi. Yang kini kusesali, mengapa tidak sejak dulu dendam itu tidak kau ungkapkan karena mungkin benci yang menjadi benihnya dapat ku sayat hingga tak berbentuk. Yang mungkin dapat engkau sadari, bahwa sesungguhnya disini masih ada ruang hati yang tersimpan rapi walau tercampakkan dari sisinya. Tak berserakkan namun retak berkaca.
Cinta, kasih yang kau jalin dengan dia kini, bukan untuk menebus khilaf ku khan….? Benci yang engkau tampakkan pada pesona wajah ceriamu, bukan untuk membutakan mata hatiku khan….? Adakah ini adalah ujian untukku karena engkau yang ingin tahu aku lebih jauh….? Ach, cinta, jauh benar kini engkau langkahkan kakimu hingga tak terkejar olehku. Sesaat kita bertemu, sekian lama balasan tatapanmu menyudutkanku dari tanya dalam diam. Aku bingung, aku terkesimak, ataukah ini memang akhir dari mewarnai cerita kita? Padahal putih diatas kanvas itu masih panjang dan belum ternoda oleh tinta-tinta pena yang menoreh.
Beberapa kali bibirku berucap dalam gagap karena ada kasih sayang yang terkunci dalam diri ini. Mungkin karena malu, sebab masih ada cinta yang berharap indah diantara luka dan benci. Jika engkau masih memiliki rasa yang peka tentang jiwa seorang insan yang sedang merana, engkau akan paham mengapa luka mesti tersayat, mengapa benci mesti memilukan. Tak ada tanya, sebab tak akan terjawab.
Cinta, engkau pergi bukannya untuk menghindar? Aku tersenyum ketika engkau sapa dengan kepenatan bukan kah akan terluka…?. Betapa pedih hati yang sedang retak, mungkin akan sangat pedih ketika remuk kini menghampiri. Apa yang engkau inginkan? bukankah telah puas engkau membalas ini semua dengan cara mu menjauh untuk merangkul dekat. Bukan kehangatan yang kudapat namun dingin yang menyesakkan. Apa yang ada dalam pikiranmu Cinta? bukankah telah kukatakan, bahwa tiada pernah henti ku kenangi cerita kita. Air mata mungkin kini pedih, hingga kering tak kurasa. Atau mungkin telah mengering karena ku tak kuasa membendung. Walau mata tak berkaca, namun hatiku tergenang.
Cinta, aku masih mengaharap, akan jiwa yang saling mengisi kemudian bersama-sama mewarnai kanvas baru. tapi mencontohi kanvas lama agar tidak berhenti ketika putih masih terbentang luas. Masih adakah kesempatan itu ketika keinginan ini masih berjuang? Sebab hatiku masih tertinggal dalam jiwamu. Kini aku merebah diantara beling-beling retak. Mungkin tiada guna, namun untuk engkau ketahui bahwa duka masih berkabung.
Cinta, jika terik tak bisa engkau hadirkan dalam kelabu ini, mungkin bintang setitik bisa engkau sisipkan diantara kelam semusim. Tiada pula gunanya jika kau gantung jauh untuk kugapai. Ataukah mungkin aku harus menunggu senja saat dilewati oleh burung kutub yang kembali karena musim telah berubah? Jangan engkau jawab karena aku tak menanyakkannya, hingga esok, fajar akan menyapamu. Katakan padanya walau itu perih, tapi bukan disaat bulan separuh. Pastikan aku masih menunggumu, Cinta ….!!!!!

by :

Rangga BABUJU : Dalam “Titian Harapan Dilembayung Hati"

Selasa, September 11

PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI NEGERI DI DAERAH BIMA


           Reformasi birokrasi dan pemerintahan yang telah bergulir, melahirkan harapan baru bagi pencerahan dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa. Otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan tidak dapat terlepas dari gerakan global (global movement), yaitu demokratisasi atau menurut istilah kontemporer adalah “proses menuju masyarakat madani”. Di seluruh dunia muncul gerakan-gerakan dari grass-root (akar rumput) yang menginginkan kehidupan yang lebih demokratis dan mengakui hak azasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk di bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan dan implementasi otonomi daerah, tentu akan berimbas pada pelaksanaaan desentralisasi pendidikan serta otonomi lembaga pendidikan. Sebagai penerapan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pemegang kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah (local goverment) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (local council) serta unsur pimpinan lembaga pendidikan, perlu ada semangat guna menggiatkan kembali proses pencerdasan dan pembangunan sumber daya manusia (Development Human Resources) melalui proses pendidikan. Pendidikan saat ini dalam pengamatan para pakar berada dalam keadaan terpuruk, perlu adanya suatu paradigma baru. Pendidikan dengan sendirinya memerlukan tatanan yang dapat dijadikan acuan dan pedoman di dalam mencari substansinya. Adanya recovery mutu pendidikan di setiap daerah kabupaten/kota adalah starting point tumbuh dan berkembangnya masyarakat yang dicita-citakan oleh tujuan bangsa kita, yaitu masyarakat yang memiliki ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, terampil, cerdas, berilmu dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaannya (human dignity).
Dalam kaitannya dengan beberapa tujuan di atas, pemimpin-pemimpin pendidikan di daerah haruslah berpola dan berkaca kepada tata aturan dan perundangan yang telah ada. Pelaksanaan pendidikan di daerah sedikit tidaknya dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dilahirkan dari leadership style seorang kepala daerah beserta team work-nya. Kita semuanya mengetahui bahwa pelaksanaan pendidikan di daerah ada yang sesuai harapan (berhasil), ada yang masih mencari formatnya, ada juga yang masih setengah-setengah bangun dan akhirnya memandang sebelah mata tentang prospek pendidikan ini.
Menarik kita cuplik pendapat H.Malik Fadjar, mantan Mendiknas kita. Dia berucap dalam suatu kesempatan “Kalau ingin memanen hasil dalam 2-3 bulan maka tanamlah sayur, kalau ingin memanen hasil dalam 1-2 tahun maka tanamlah ketela (ubi kayu), kalau kamu menginginkan hasil 5-10 tahun maka tanamlah mangga dan kelapa, dan akhirnya kalau ingin mendapatkan hasil 50-100 tahun maka tanamlah pendidikan pada generasi dan masyarakatmu”.
Maka, pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang dapat menjadi asset pembangunan bangsa dan negara ini. Pelaksanaan pendidikan memang merupakan bukan semudah membalikkan telapak tangan, perlu ada suatu keinginan dan pelibatan semua elemen dalam masyarakat. Hal inilah yang perlu di perhatikan oleh pemegang kebijakan pendidikan baik tingkat atas (pusat) maupun di level bawah (daerah propinsi dan kabupaten/kota), guna terinspirasi dalam upaya pengembangan pendidikan dan perbaikan nasib masyarakat, terutama pendidikan di daerah.
Secara garis besar, gambaran keberhasilan pelaksanaan pendidikan kita sangat memprihatinkan. Dari hasil komparasi internasional yang dilakukan oleh Human Development Index (HDI) mutu pendidikan di Indonesia kurang menggembirakan. Dalam laporan tersebut, Indonesia terletak pada peringkat 102 dari 106 negara yang disurvey dan satu peringkat dibawah Vietnam. Dari hasil survey The Political Economic Ris Consultation (PERC) juga menempatkan Indonesia pada posisi di peringkat 12 dari 12 negara yang disurvey, juga satu peringkat di bawah Vietnam suatu negara yang dilanda perang saudara dan pembangunan ekonominya tersendat-sendat. Hasil ini mencerminkan upaya peningkatan mutu pendidikan yang selama ini dilakukan belum mampu untuk memecahkan masalah dasar pendidikan.
Dalam upaya memperbaiki dan membangun kembali mutu pendidikan di daerah, perlu kita mendengar apa yang dikatakan oleh kaisar Jepang Heiko di waktu dia mengalami kekalahan dalam perang dunia ke II. Dia berucap pada para pembantu dan menterinya “masih berapa guru yang masih hidup”. Dia seorang kaisar yang sangat visioner, memiliki wawasan ke depan, dan memperhatikan nasib bangsa dan tanah airnya. Secara rasional, dalam keadaan perang tentu seorang kaisar menanyakan masih berapa prajurit dan serdadu atau mesin perang lainnya yang masih tersisa guna menghimpun kekuatan untuk mempertahankan diri dan menyusun strategi untuk menyerang kembali musuh. Akan tetapi seorang kaisar yang memiliki visi kedepan, dia menanyakan ada berapa guru yang masih tersisa?
Apa makna di balik ucapan Kaisar di atas?. Secara Inplisit, karena guru adalah pendidik dan tulang punggung pendidikan, yang mendidik manusia, mencerdaskan, memberikan pelayanan ilmu kepada siapa yang membutuhkannnya, sehingga melahirkan generasi yang memiliki kepedulian, kebermanfaatan, kearifan serta menguasai dan memiliki kapasitas dalam bidang agama, sains dan teknologi (act localy think globaly). Secara eksplisit, bahwa sektor pendidikan merupakan asset terbesar yang diprioritaskan oleh semua elemen yang ingin maju, dan berkompetensi dengan bangsa lain guna terangkat harkat dan martabat serta menjadi “khidmat” pendidikan di dunia.
Pendidikan merupakan proses pencerdasan dan pengembangan potensi sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan dan terus menerus (life long education). Proses pencerdasan manusia ini haruslah diakomodasi melalui institusi-institusi/lembaga pendidikan baik formal, informal dan non formal. Dalam hal ini peranan lembaga pendidikan dalam mengelola, mengembangkan sekaligus mencetak sumber daya manusia yang berkualitas sangatlah penting. Lembaga pendidikan adalah suatu wadah yang menghimpun dan menumbuhkan kreativitas, inovasi serta cermin miniatur dari masyarakat.
Dengan adanya UU N0 32 Tahun 2004 serta UU NO 20 Tahun 2003 merupakan peluang bagi daerah, baik daerah propinsi dan kabupaten/kota untuk menata dan mengelola diri sendiri serta membenahi mutu pendidikan di daerah masing-masing. Di mana bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang diberikan wewenang kepada daerah untuk dikembangkan secara mandiri dan terpadu (otonom).
Di bidang pendidikan tentunya ini merupakan tuntutan mutu bagi pendidikan di daerah masing-masing, dimana pemerintah pusat bertanggung jawab dalam pengembangan kebijakan dan rencana strategis, pengawasan kualitas, dan kordinasi perencanaan program pendidikan nasional. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengembangkan, melaksanakan dan mengendalikan program/ kegiatan pendidikan dalam kerangka kebijakan nasional.
Bergulirnya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan tersebut, menuntut pemegang kebijakan pendidikan di daerah untuk mengadakan inovasi, khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Tuntutan otonomi daerah dan otonomi pendidikan intinya adalah bagaimana pemerintah kabupaten/kota mampu mengelola potensi daerah demi kemakmuran rakyatnya dan mampu meningkatkan mutu pendidikan yang selama ini sebagian besar stagnan, dan mengalami kejumudan akibat pengelolaan yang serba sentralistik. Proses pencerdasan manusia dan pemberdayaan tersebut merupakan tanggung jawab semua pihak, baik itu pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, pengusaha dan masyarakat pada umumnya. Sudah saatnya daerah berpikir untuk mengadakan suatu perbaikan dan pemberdayaan (recovery and empowering) kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. Semua proses itu bermuara dan mengerucut pada satu tujuan yaitu dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi di daerah yang sekarang mengalami keterpurukan.
Strategi Pengembangan
Berangkat dari beberapa paparan di atas, serta melihat keadaan yang faktual di lapangan (daerah Bima), dengan menjamurnya lembaga pendidikan tinggi yang dikelola oleh yayasan ataupun organisasi kemasyarakatan, perlu adanya suatu strategi pengembangan lembaga pendidikan tinggi secara terpadu dan komprehensif yang bisa mengakomodasi beberapa komponen penyelenggara pendidikan tinggi yang ada di daerah Bima.
Strategi pengembangan perguruan tinggi yang ditawarkan sebagai berikut:
1.Dengan banyaknya perguruan tinggi di swasta yang dikelola oleh yayasan dan organisasi kemasyarakatan, maka daerah menawarkan kepada salah satu perguruan tinggi yang ada guna di kembangkan menjadi Perguruan Tinggi Negeri. Akan tetapi pilihan ini bukan tidak berkendala, mengingat perguruan tinggi swasta didirikan oleh yayasan dan ormas tidak serta merta melepaskan begitu saja dengan berbagai alasan seperti kepemilikan aset, manajemen pengelolaan serta sumber daya yang dimilikinya.
2.Daerah harus mempunyai inisiatif tersendiri mendirikan Perguruan Tinggi Negeri dengan membentuk Team Work (tim kerja) yang berasal dari pemerintah, tokoh masyarakat/agama, masyarakat peduli pendidikan, akademisi, dunia industri diwakili pengusaha yang bekerja merumuskan ide dan gagasan tersebut.
Pembentukan Team Work (tim kerja) yang merupakan repserentatif dari berbagai golongan akademisi dan profesi tersebut guna meringankan beban pemerintah daerah, sehingga tidak terkesan jalan sendiri dalam membangun perguruan tinggi yang dicita-citakan. Pendirian Perguruan Tinggi Negeri diperlukan konsep dan trategi yang matang untuk meningkatkan mutu input, proses dan output serta diperlukan kerjasama semua pihak yang akhirya merasa berkewajiban untuk mengembangkannya Pendidikan Tinggi Negeri yang menjadi modal daerah untuk dapat berkompetisi dengan daerah lain guna mengejar ketertinggalannya.
Proyeksi Pengembangan
Perguruan tinggi harus menjadi daya gerak yang dinamis bagi proses modernisasi, yang dapat menghubungkan keadaan sekarang dan masa depan, dan mengusahakan pemenuhan kebutuhan pembangunan masyarakat masa depan. Sejalan dengan adanya formulasi Perguruan Tinggi Negeri, maka pengelola atau pemegang kebijakan pendidikan di daerah haruslah mengarahkan pengembangan Perguruan Tinggi Negeri memiliki basis yang kokoh.
Hal ini mengingatkan pada kita, telah banyak Perguruan Tinggi yang dikembangkan tanpa target dan tujuan yang jelas, sehingga terkesan dimanage asal-asalan. Hal inilah membawa keterpurukan dan merosotnya mutu output dari Perguruan Tinggi. Semestinya perguruan tinggi merupakan wadah dan sarana untuk membangun manusia yang kreatif, inovatif, rasional dan konstruktif. Akan tetapi, dengan adanya perguruan tinggi yang dikelola “asal-asalan” tersebut membawa implikasi melahirkan lulusan yang hanya mengandalkan “formalitas” yaitu selembar kertas ijazah dan gelar tanpa ada kontribusi yang signifikan buat pembangunan di daerah.
Pengembangan pendidikan tinggi diharapkan mampu memberikan suatu konstribusi positif bagi pemenuhan kebutuhan serta pemerataan mutu pendidikan di daerah. Dengan demikian pengembangan yang diinginkan memiliki tujuan yang antara lain :
a) Mampu mencetak lulusan (output) sarjana profesional yang mampu bekerja dengan kinerja yang baik dalam tugas dan tanggungjawabnya sehingga tercapai supply and demand dalam proses pembangunan di daerah;
b) Mampu memberikan konstribusi berupa layanan berkualitas dalam penelitian dan pengembangan kepada kegiatan produktif berupa produk unggulan daerah setempat untuk mendukung pembangunan di daerah; dan c) Sebagai kekuatan penggerak sekaligus pengontrol chek and balanced kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak (masyarakat) dengan memberikan konstribusi pemikiran, saran, serta masukan yang progresif bagi pembangunan di daerah.
Oleh karena itu, pengembangan perguruan tinggi negeri tersebut haruslah mengakomodir kebutuhan stakeholder (masyarakat, dunia usaha, dll). Dengan artian, jurusan atau program studi yang di pasarkan adalah jurusan yang rill dibutuhkan oleh pemakai layana jasa pendidikan, bukan jurusan atau program studi “jenuh” yang hanya menambah kuantitas pengangguran intelektual. Seperti hal nya di daerah Bima, jurusan atau program studi yang di buka adalah program yang bisa menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti jurusan teknologi dan budidaya pertanian, peternakan, perikanan, dan kelautan.
Di samping itu, ada program studi yang benar-benar menjadi “icon” (unggulan) daerah Bima guna berkompetisi dengan daerah lain. Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh kita semua, mengingat daerah Bima merupakan daerah transit dan pintu gerbang antara kawasan Indonesia barat dan timur. Untuk mencapai tujuan di atas, pemegang kebijakan di daerah harus bersikap inklusif, komitmen yang tinggi, membuka diri, mau mendengar dan transparan dalam membangun suatu komunikasi dengan unsur-unsur yang ada di luar daerah guna memperkokoh dan memperkuat landasan pengembangan Pendidikan Tinggi Negeri yang dicita-citakan.
Mengembangkan Pendidikan Tinggi Negeri di daerah Bima, sebenarnya tidak sesulit yang kita bayangkan seperti selama ini. Asalkan semua emelen memiliki komitmen kuat untuk bersama memikirkan sekaligus bekerja keras mewujudkannya. Dasar filosofis dan konsep yang jelas pengembangan haruslah dirumuskan secara kokoh guna mencapai visi dan misi membangun mutu pendidikan tinggi di daerah. Perlunya membangun sinergitas antara pemerintah, akademisi, dunia usaha/pengusaha dan masyarakat merupakan suatu modal dasar dalam mengembangkan potensi yang tersedia. Hal ini mengingatkan pada kita, membangun perguruan tinggi tidak sekedar menjadi alat dan kepentingan sesaat untuk dikomersialkan menghadapi momen-moment tertentu, melainkan bertujuan untuk pembangunan sumber daya manusia di daerah Bima yang bermutu dan berdaya saing sehingga dapat berkompetisi membangun masyarakat yang adil, makmur-sejahtera, aman-damai, dibingkai dengan nilai-nilai religiusitas Islam dan kearifan lokal yang menjadi basis keunggulan daerah.
Untuk itu, terlalu naif dan sangat disayangkan kalau ada konsep pengembangan Pendidikan Tinggi Negeri daerah Bima dibicarakan asal-asalan yang berawal dari obrolan warung kopi dipinggiran pantai Amahami ataupun lips service bahan kampanye pilkada. Diperlukan good will dan pemahaman yang utuh terhadap konsep dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Negeri agar tidak terjadi disorientasi pengembangan kedepan
* Tulisan telah diedit dan sudah pernah dimuat dalam Buku ” Bima dalam Menyongsong Dinamika Global” Penerbit KKPMB Malang tahun 2008.
** Lahir di Samili, Staff WR. Bidang Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Sumber : www.bimakab.go.id 
Muhammad Fauzi Ahmad

SEREMONIAL WORKSHOP; MENYIMAK SAMBUTAN PLT KEPALA DINAS PENDIDIKAN KALTIM

HORISON - Senin, 20 Oktober 2025 pukul 14.00 wita dilaksanakan pembukaan “Workshop Perhitungan dan Pemetaan Data Kebutuhan Guru Pendidikan M...