CIRI-CIRI SEKOLAH YANG MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN AKTIF
Pembelajaran
Aktif merupakan sebuah konsep pembelajaran yang dipandang sesuai dengan
tuntutan pembelajaran mutakhir. Oleh karena itu, setiap sekolah seyogyanya
dapat mengimplementasikan dan mengembangkan pembelajaran aktif ini dengan
sebaik mungkin. Dengan merujuk pada gagasan dari Pusat Kurikulum Balitbang
Kemendiknas (2010), berikut ini disajikan sejumlah indikator atau ciri-ciri
sekolah yang telah melaksanakan proses pembelajaran aktif ditinjau dari aspek:
(a) ekspektasi sekolah, kreativitas, dan inovasi; (b) sumber daya manusia; (c)
lingkungan, fasilitas, dan sumber belajar; dan (d) proses belajar-mengajar dan
penilaian.
A.
EKSPEKTASI SEKOLAH, KREATIVITAS, DAN INOVASI
Prestasi belajar peserta didik lebih
ditekankan pada ”menghasilkan” daripada ”memahami”.
Sekolah menyelenggarakan ajang ‘kompetisi’
yang mendidik dan sehat.
Sekolah ramah lingkungan (misalnya; ada
tanaman atau pohon, po bunga, tempat sampah)
Lebih baik lagi jika terdapat produk/karya
peserta didik yang mempunyai nilai artistik dan ekonomis/kapital untuk dijual.
Lebih baik jika ada pameran karya peserta
didik dalam kurun waktu tertentu, misalnya sekali dalam satu tahun.
Karya peserta didik lebih dominan daripada
pemasangan beragam atribut sekolah.
Kehidupan sekolah terasa lebih ramai, ceria,
dan riang.
Sekolah rapi, bersih, dan teratur.
Komunitas sekolah santun, disiplin, dan ramah.
Animo masuk ke sekolah itu makin meningkat.
Sekolah menerapkan seleksi khusus untuk
menerima peserta didik baru.
Ada forum penyaluran keluhan peserta didik.
Iklim sekolah lebih demokratis.
Diselenggarakan lomba-lomba antarkelas secara
berkala dan di tingkat pendidikan menengah ada lomba karya ilmiah peserta
didik.
Ada program kunjungan ke sumber belajar di
masyarakat.
Kegiatan belajar pada silabus dan RPP
menekankan keterlibatan peserta didik secara aktif.
Peserta didik mengetahui dan dapat menjelaskan
tentang lingkungan sekolah (misalnya, nama guru, nama kepala sekolah, dan
hal-hal umum di sekolah itu).
Ada program pelatihan internal guru (inhouse
training) secara rutin.
Ada forum diskusi atau musyawarah antara
kepala sekolah dan guru maupun tenaga kependidikan lainnya secara rutin.
Ada program tukar pendapat, diskusi atau
musyawarah dengan mitra dari berbagai pihak yang terkait (stakeholders).
B. SUMBER
DAYA MANUSIA
Kepala sekolah peduli dan menyediakan waktu
untuk menerima keluhan dan saran dari peserta didik maupun guru.
Kepala sekolah terbuka dalam manajemen,
terutama manajemen keuangan kepada guru dan orang tua/komite sekolah.
Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses
belajar.
Guru mengenal baik nama-nama peserta didik.
Guru terbuka kepada peserta didik dalam hal
penilaian.
Sikap guru ramah dan murah senyum kepada
peserta didik, dan tidak ada kekerasan fisik dan verbal kepada peserta didik.
Guru selalu berusaha mencari gagasan baru
dalam mengelola kelas dan mengembangkan kegiatan belajar.
Guru menunjukkan sikap kasih sayang kepada
peserta didik.
Peserta didik banyak melakukan observasi di lingkungan
sekitar dan terkadang belajar di luar kelas.
Peserta didik berani bertanya kepada guru.
Peserta didik berani dalam mengemukakan
pendapat.
Peserta didik tidak takut berkomunikasi dengan
guru.
Para peserta didik bekerja sama tanpa
memandang perbedaan suku, ras, golongan, dan agama.
Peserta didik tidak takut kepada kepala
sekolah.
Peserta didik senang membaca di perpustakaan
dan ada perilaku cenderung berebut ingin membaca buku bila datang mobil
perpustakaan keliling.
Potensi peserta didik lebih tergali serta
minat dan bakat peserta didik lebih mudah terdeteksi.
Ekspresi peserta didik tampak senang dalam
proses belajar.
Peserta didik sering mengemukakan gagasan
dalam proses belajar.
Perhatian peserta didik tidak mudah teralihkan
kepada orang/tamu yang datang ke sekolah.
C.
LINGKUNGAN, FASILITAS, DAN SUMBER BELAJAR
Sumber belajar di lingkungan sekolah
dimanfaatkan peserta didik untuk belajar.
Terdapat majalah dinding yang dikelola peserta
didik yang secara berkala diganti dengan karya peserta didik yang baru.
Di ruang kepala sekolah dan guru terdapat
pajangan hasil karya peserta didik.
Tidak ada alat peraga praktik yang ditumpuk di
ruang kepala sekolah atau ruang lainnya hingga berdebu.
Buku-buku tidak ditumpuk di ruang kepala
sekolah atau di ruang lain.
Frekuensi kunjungan peserta didik ke ruang
perpustakaan sekolah untuk membaca/meminjam buku cukup tinggi.
Di setiap kelas ada pajangan hasil karya
peserta didik yang baru.
Ada sarana belajar yang bervariasi.
Digunakan beragam sumber belajar.
D. PROSES
BELAJAR-MENGAJAR DAN PENILAIAN
Pada taraf tertentu diterapkan pendekatan
integrasi dalam kegiatan belajar antarmata pelajaran yang relevan.
Tampak ada kerja sama antarguru untuk kepentingan
proses belajar mengajar.
Dalam menilai kemajuan hasil belajar guru
menggunakan beragam cara sesuai dengan indikator kompetensi. Bila tuntutan
indikator melakukan suatu unjuk kerja, yang dinilai adalah unjuk kerja. Bila
tuntutan indikator berkaitan dengan pemahaman konsep, yang digunakan adalah
alat penilaian tertulis. Bila tuntutan indikator memuat unsur penyelidikan,
tugas (proyek) itulah yang dinilai. Bila tuntutan indikator menghasilkan suatu
produk 3 dimensi, baik proses pembuatan maupun kualitas, yang dinilai adalah
proses pembuatan atau pun produk yang dihasilkan.
Tidak ada ulangan umum bersama, baik pada
tataran sekolah maupun wilayah, pada tengah semester dan / atau akhir semester,
karena guru bersangkutan telah mengenali kondisi peserta didik melalui
diagnosis dan telah melakukan perbaikan atau pengayaan berdasarkan hasil
diagnosis kondisi peserta didik.
Model rapor memberi ruang untuk mengungkapkan
secara deskriptif kompetensi yang sudah dikuasai peserta didik dan yang belum,
sehingga dapat diketahui apa yang dibutuhkan peserta didik.
Guru melakukan penilaian ketika proses
belajar-mengajar berlangsung. Hal ini dilakukan untuk menemukan kesulitan
belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan
sekaligus sebagai alat diagnosis untuk menentukan apakah peserta didik perlu
melakukan perbaikan atau pengayaan.
Menggunakan penilaian acuan kriteria, di mana
pencapaian kemampuan peserta didik tidak dibandingkan dengan kemampuan peserta
didik yang lain, melainkan dibandingkan dengan pencapaian kompetensi dirinya
sendiri, sebelum dan sesudah belajar.
Penentuan kriteria ketuntasan belajar
diserahkan kepada guru yang bersangkutan untuk mengontrol pencapaian kompetensi
tertentu peserta didik. Dengan demikian, sedini mungkin guru dapat mengetahui
kelemahan dan keberhasilan peserta dalam kompetensi tertentu.
Sumber:
Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010. Panduan Pengembangan Pendekatan
Belajar Aktif; Buku I Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran
Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta.
Komentar