AKSI GURU DIAMBANG CELAKA


Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia yang terlibat dalam pendidikan adalah subyek dari pendidikan, khususnya guru atau pendidik. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka guru dituntut suatu tugas dan tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika diperhatikan bahwa guru itu sebagai salah satu subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka guru dituntut untuk menjadi pribadi yang berkompeten dan bertanggung jawab atau menjadi pribadi yang profesional sesuai dengan tuntutan profesi keguruan. Sebab guru merpakan “jantungnya” pendidikan.
Kita semua jelas tahu bahwa tugas utama guru adalah mendidik dan mengajar disamping tugas-tugas tambahan lainnya.  Hasil dari tugas tersebut jelas adalah adanya perubahan pada diri peserta didik. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian. Misalnya; ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari yang yang jahat menjadi baik. Tetapi, perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesederhana itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani peserta didi. Atau dengan kata lain, peran guru dalam mendidik untuk menghasilkan manusia yang “baik” sedangkan peran guru dalam mengajar menghasilkan manusia yang “pintar”, kemudian terbentuk keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohaninya. Sehingga terbentuklah generasi yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Jika kita mau jujur. kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Yang terjadi tidak begitu. Jangankan melakukan keseluhan tugas itu, mengintegrasikan tugas mendidik dan mengajar saja sulit diwujudkan oleh guru. tidak sedikit guru-guru yang hanya melaksanakan tugas mengajar saja, tugas mendidik diabaikan begitu saja. Sehingga tidak heran kita melihat manusia yang dihalkan cerdas otaknya dangkal moralnya atau dengan kata lain generasi yang pintar tetapi “nakal”. 
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih terjangkit oleh “virus” gadas yang dapat membunuh tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Jika muncul pertanyaan. Siapakah yang menyebarkan virus tersebut dan dari mana asalanya? Maka, jawabannya sederhana yakni pelaku pendidikan dan berasal dari guru. guru yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian guru cenderung direduksi oleh keegoisan, kesombongan, keangkuhan, dan kemalasan.
Ketika aksi atau gaya guru seperti itu adanya. Pertanyaan pun muncul: jika para guru selalu beraksi seperti itu, apakah dapat mengancam tujuan pendidikan? Pertanyaan tersebut mudah untuk ajukan  tetapi tidak mudah dijawab. Yang jelas kita bisa melihat potret realitas yaitu berupa gejala-gejala mengarah kesitu. Bisa jadi tujuan pendidikan sulit untuk dicapai. Kenapa sulit? Karena guru lah yang menjadi “landasan pacu” keberhasilan dan kemajuan pendidikan. Suatu hal yang “aneh” jika aksi guru seperti itu dijadikan sebagai tauladan dan panutan siswanya. Guru yang seharusnya memberi panutan dan tauladan yang baik justru memberikan contoh yang “buruk”. 
Kita semua harus sadar bahwa melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya. Jika hal itu dianggap benar adanya. Maka, guru terlebih dahulu sadar akan hakikatnya sebagai guru, bukan sadar dalam ketidak sadaran. Tugas dan tanggungjawabnya arus didasarkan atas keihklasan bukan paksaan atau sekedar melaksanakan tugas saja.
Tetapi anehnya. Tidak sedikit guru yang sadar dalam ketidak sadaran, potret realitas tersebut digambarkan dengan adanya oknum guru yang hanya kasih tugas kepada siswanya dia sendiri ngegosip di kantor, ada juga yang hanya datang mengajar saja tidak tahu tentang mendidik siswanya, dan ada pula yang masa bodoh dengan kegiatan-kegitan sekolah meskipun dilimpahkan tugas dan tanggungjawab, serta tidak ketinggalan juga ada guru “provokator” muncul sebagai pengeruh suasana, sebenarnya diharapkan sebagai penengah malah pemanas suasana. Tak ketinggalan juga, ternyata di dalam “tubuh” guru akhir-akhir ini muncul juga “kubu-kubu” persaingan sehingga menyebabkan ketidak harmonisan antarsesama guru padahal satu atap dan bergelut dalam satu ruangan.     
Itulah sederetan aksi oknum guru saat ini yang lagi “naik daun” dan masih banyak aksi-aksi popular lainnya yang membuat miris dunia pendidikan kita. Jika ditanya sampai kapan aksinya akan berakhir? Maka jawabannya tergantu pada semua pelaku pendidikan khususnya pemimpin dan pemerintah. Pemimpin dalam hal ini adalah kepala sekolah dan pemerintah dalam hal ini dinas pendindidikan untuk kemudian membangun komunikasi dalam hal mengawasi dan mengontrol kinerja guru. dan jika ada guru yang “nakal” segera diberikan teguran lisan dan atau tertulis yang berujung pada pemberian sanksi sehingga memberikan efek jera. Tentu, efek tersebut memberikan penyadaran kepada oknum guru tersebut akan pentingnya melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
Besar harapan kita semua agar aksi-aksi guru semacam itu lenyap dari muka bumi ini, sebab kalau terus berkembang yang ditakutkan akan menjadi budaya. Kalau sudah menjadi budaya akan sulit untukkita retas. Oleh Karena itu, dibutuhkan tindakan preventif dari semua pihak demi tercapainya tujuan pendidikan menuju Negara yang maju dan sejahtera.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENEMUKAN IDE POKOK DAN PERMASALAHAN DALAM ARTIKEL MELALUI KEGIATAN MEMBACA INTENSIF

IKHTIAR MENINGKAT MUTU PENDIDIKAN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROV. KALTIM ADAKAN WORKSHOP KEPALA SEKOLAH DAN GURU JENJANG SMA SE-KABUPATEN KOTA

MERDEKA BELAJAR MENUJU PENDIDIKAN BERKUALITAS ; KONFERENSI KERJA PGRI CABANG KAUBUN 2024/2026