ANTARA KEBIJAKAN DAN PROYEK
Tulisan ini muncul atas dasar penilaian yang
mendalam terhadap gerik-gerik penguasa dalam bidang pendidikan yang akhir-akhir
ini cukup heboh dan tergesah-gesah mengelurkan kebijakan. layaknya seperti
orang yang “kebakaran jenggot”. Sadar atau
tidak kita menilai penguasa sering gonta-ganti kebijakan, baik yang berkaitan
dengan sistem kurikulum maupun yang berkaitan dengan perangkat pembelajaran,
atau hal-hal lain yang yang menyangkut pendidikan.
Diketahui bahwa saat ini para
pendidik dikagetkan oleh adanya kebijakan tentang Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang berkarakter, sedangka, sebulumnya masih melakoni RPP
yang berbasis kompetensi, dan ironisnya RPP tersebut masih dalam tahap uji coba
kelayakan, alias belum diketahui hasil idealnya seperti apa? Dengan tiba-tiba
muncul RPP baru dengan gaya dan keakuannya lebih bagus dan lebih “hebat” karena
lebih tepat dengan kondisi saat ini. Masalahnya indikator bagusnya kebijkaan
tersebut apa? RPP yang lama saja bulum diketahui hasilnya. Kok muncul yang baru?
Hal ini membingungkan para pendidik (guru). Ada apa dengan kebijakan tersebut?
mungkin saja “ada udang di balik batu”.
Jika dipandang dari begron sejarah, sistem pendidikan
nasional di era ini telah mengalami perubahan hampir lebih dari beberapa kali.
Padahal jika mau jujur, perubahan tersebut tidaklah sampai menyentuh tingkat
substansinya (pencapaian perbaikan hasil atau mutu), melainkan perubahan
tersebut hanyalah terjadi pada perubahan nama atau kulit luarnya
(nomenklaturnya) saja. Padahal perubahan tersebut mengeluarkan anggaran negara
tidak sedikit. Inilah yang sebut dengan ”proyek”. Seperti yang
kita ketahui bersama setiap kali kebijakan yang dikeluarkan itu memakan anggaran
miliaran bahkan triliunan rupiah. Dengan adanya anggaran yang besar inilah
penguasa memanfaatkannya untuk merauk keuntungan sebesar-besarnya.
Penguasa beserta antek-anteknya bersikukuh dan berjibaku
dengan sejuta konspirasi mengeluarkan kebijakan tanpa dasar yang jelas. penguasa
memandang kebijakan merupakan “lahan basah” yang mudah digarap tanpa
mengeluarkan tenaga dan pikiran yang begitu berarti. Kapanpun bisa digarap
asalkan ada “bibit unggul” yang kualitasnya tinggi.
Pernyataan di atas, harus diyakini adanya.
Sebab penulis juga pernah mendengarkan langsung dari jawaban seseorang penguasa
disalah satu dinas pendidikan daerah. Beliau mengatakan “adanya pergantian
kebijakan tersebut atas dasar “proyek” semata, disamping adanya
pertimbangan-pertimbangan lain yang rasional”. Dengan lantangnya beliau
mengatakan itu. Jawaban tersebut didengungkan ketika penulis menanyakan apa
yang menjadi dasar pertimbangan sehingga kebijakan dalam dunia pendidikan terus
diganti-ganti? Jadi, tidak diragukan lagi bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh
penguasa atas dasar “proyek”.
Penguasa memandang kebijakan adalah komoditas
strategis untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga tidak heran
yang terjadi dinegeri ini setiap ada ganti kekuasaan pasti ganti kebijakan.
Jika kondisi semacam ini sedang dan selalu menyelimuti para penguasa negeri
ini, khususnya pemangku kebijakan dalam dunia pendidikan. Maka, hakekat dan
tujuan pendidikan sesungguhnya hanya pepesan belaka, dan mencerdasakan anak
bangsa hanyalah “mimpi disiang bolong”.
Tentu, kita tidak bisa menutup mata dengan
potret pendidikan hari ini, semakin hari semakin memburuk, mutu pendidikan
semakin ambruk, dan kebijakan demi kebijakan terus-menerus diganti oleh
penguasa tanpa ada hasil yang pasti. Ini semua karena tidak adanya niat baik
dari penguasa sebagai pemangku kebijakan dalam melaksanakan peran dan fungsi
dengan baik. Jika kebijakan lahir atas dasar niat yang “busuk” jangan harap
mutu pendidikan di negeri ini semakin membaik. Ironis memang, jika kita kaitkan
dengan hakekat pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang sejatinya suci,
tulus, dan murni tetapi dikotori oleh tangan-tangan jahil dan mulut-mulut
munafik yang memanfaatkan kebijkan demi kepentingan pribadi dan golongan
semata.
Penulis menilai, cara pandang penguasa seperti itu
sangat keliru adanya, dan ini merupakan bentuk penghinatan terhadap pendidikan
khususnya serta bangsa, dan Negara pada umumnya. Jadi, tindakan ini tidak boleh
kita biarkan berlarut-larut, sudah seharusnya dijadikan sebagai musuh bersama.
Kita sebagai warga Negara tidak boleh tinggal diam. Diam akan ditindas, melawan
akan menawan, dan mati adalah jihad.
“Wallahu’alam bissawab”, apa yang merasuki
nurani dan pikiran pengambil kebijakan saat ini, hanya Tuhanlah yang tahu. Kita
hanya bisa berdoa semoga penguasa kembali kejalan yang benar.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi pembaca, paling tidak untuk memahami alur kebijakan dalam dunia pendidikan khususnya dan pada umumnya untuk menyadarkan kita bahwa “roh”pendidikan sedang dinodai oleh penguasa.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi pembaca, paling tidak untuk memahami alur kebijakan dalam dunia pendidikan khususnya dan pada umumnya untuk menyadarkan kita bahwa “roh”pendidikan sedang dinodai oleh penguasa.
Daftar Pustaka
Juwaidin. 2006. Pendidikan yang Bobrok. Yogyakarta: Genta Press
Komentar